Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta stasiun televisi untuk menyiapkan grand design (desain besar) tayangan Ramadan agar tak melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dan tetap sesuai asas kepatutan dan kelayakan.
“Kita minta kepada stasiun televisi segera membuat grand design untuk tahun depan. Grand design yang berkualitas yang mengedepankan martabat kemanusiaan, kreativitas, dan pesan-pesan yang edukatif, peningkatan literasi,” ujar Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan di Jakarta, Jumat (7/5/2021).
Dalam pemantauan MUI, sejumlah program Ramadan dihampir semua stasiun televisi terdapat tayangan yang dianggap melanggar P3SPS. MUI kemudian memberikan masukan dan rekomendasi agar stasiun televisi bisa mengevaluasi tayangannya. Bahkan kondisi itu kadang berulang setiap tahunnya.
MUI meminta KPI agar stasiun televisi yang “nakal” dan tidak bisa mengoreksi tayangannya tak hanya diberi sanksi teguran semata namun KPI bisa mengambil langkah lebih tegas.
“Ada peningkatan kualitas tapi di sisi lain masih ada yang memprihatinkan dan bahkan menimbulkan tayangan tak layak disampaikan di bulan Ramadhan,” katanya seperti yang dilansir Antara.
Sebelumnya, MUI mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberikan sanksi tegas kepada empat stasiun televisi berupa penghentian sementara program tayangan karena dianggap melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Anggota tim pemantau tayangan Ramadhan MUI Rida Hesti Ratnasari mengatakan empat program televisi yang dianggap bermasalah itu yakni Pesbukers New Normal dan Sahurnya Pesbukers (ANTV), Pas Buka dan Sahur Seger (Trans7), Sore-sore Ambyar (TransTV), Kring-kring Ramadhan dan In The Kost (Net TV).
“Pertimbangannya, program-program tersebut banyak melanggar UU (penyiaran) serta asas kepatutan. Sehingga mengganggu kondusifnya bulan suci Ramadan,” ujar Rida.
Keempat program tayangan itu sebelumnya sempat diminta MUI untuk mengevaluasi adegan-adegan yang tak sesuai asas kepatutan dan kelayakan. Masih adanya gerakan sensual, perundungan, hingga ada yang melanggar protokol kesehatan, namun adegan-adegan tersebut kerap kembali terulang.(ant/tin)