Jumat, 22 November 2024

Menkumham : Media Harus Inovatif, Kreatif, Fresh dan Eksploratif Dalam Jurnalisme Hadapi Krisis Covid-19

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Yasona Hamonangan Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Foto: Faiz suarasurabaya.net

Yasona Hamonangan Laoly Menyeri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) mengatakan Pers tidak boleh pasrah apalagi mati akibat dampak pandemi Covid-19.

Pers, kata Yasona, masih diperlukan untuk menggaungkan suara-suara wing cilik sampai di pelosok untuk menyuarakan dan mengawal kebenaran.

“Meski vaksin telah ditemukan belum ada tanda-tanda Covid-19 akan segera berakhir. Apa kemudian kita akan pasrah menghadapinya? jawabannya pasti tidak. Pers tidak boleh kalah, apalagi mati menghadapi keadaan ini. Siapa yang akan menyuarakan dan mengawal kebenaran jika bukan Pers. Siapa pula yang akan menggaungkan tuntutan wong cilik dari tempat terpencil, terpelosok, kalau bukan Pers. Kebenaran dan kritisisme harus tetap disampaikan secara bertanggungjawab,” ujar Yasona saat menjadi Pembicara Kunci (Keynote Speech) di Konvensi Nasional Media Massa, Senin (8/2/2021) yang merupakan rangkaian Hari Pers Nasional 9 Februari. Hari Pers Nasional (HPN) tahun ini mengambil tema “Pers Nasional Bangkit Dari Krisis Akibat Pandemi Covid-19 dan Tekanan Disrupsi Digital”

“Dan itu hanya bisa dilakukan oleh media resmi, oleh pers, bukan oleh media sosial,” imbuhnya.

Kata Menkumham, Pers adalah bagian esensi dunia demokrasi bahkan menjadi pilar keempat selain Trias Politica. Pers harus tetap hidup sebagai jaminan hidup hidupnya demokrasi di Indonesia berdasarkan strategi bisnis menghadapi ketatnya persaingan usaha dunia digital

Kata dia, Pers dapat melakukan integrasi media dalam sebuah platform baru itu yang disebut konvergensi media

“Terkait konvergensi ini, kemarin pada hari Kamis 4 Februari 2021, Kemenkumham telah menyelenggarakan seminar terkait hal ini dengan menampilkan para pembicara yang kapasitasnya tidak diragukan lagi. Konvergensi ini belum ada regulasi nya, sehingga membuat Pers dan para pemilik perusahaan menjadi gamang,” jelasnya.

Kementerian Hukum dan Ham sangat terbuka lebar bagi seluruh stakeholders untuk berdiskusi terkait hal ini agar produk dari materi regulasi menguntungkan seluruh pihak, baik pemerintah, insan pers dan perusahaan media demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang cerdas, kritis, sejahtera dan berkeadilan.

Menurut Yasona, selanjutnya, media sendiri harus melakukan berbagai perubahan tayangan sehingga menjadi media yang berbeda. Saat ini orang jenuh dengan media konvensional. Mereka kemudian mencari media alternatif seperti media sosial yang sayangnya kadang tidak memiliki kode etik dan tanggung jawab terkait pemebritaan yang baik dan benar.

“Tik tok, Facebook, Instagram dan model-model media sosial lainnya menjadi sangat populer di tengah tengah masyarakat khususnya generasi Millennial,” kata Yasona.

Kata dia, Media harus mulai mencari program inovatif dan fresh, mengkreasi konten lebih menarik melibatkan audiens online maupun offline serta mengeksplorasi berbagai pendekatan baru dalam jurnalisme

Intinya adalah media jangan kehilangan nalar kreatif dan produksi saat hidup berdampingan dengan pandemi Covid-19 agar media tetap eksis sebagai corong kebenaran di tanah air dan menjadi rujukan kredibel untuk informasi publik.

“Bagaimana nalar kreatif dan produktif itu? saudara-saudara lah yang harus menggalinya sendiri. Ini medan saudara, domain saudara. Saudaralah lah yang lebih menguasai nya. Namun demikian, saya berpesan dalam pencarian strategi dan pendekatan baru, paradigma yang harus dikedepankan adalah paradigma yang diatur dalam kode etik jurnalistik,” tegasnya.

Menurut Menkumham, Pers Indonesia harus bersikap profesional, menjunjung tinggi kebenaran, kritis dan independen serta tetap mengedepankan moral kepribadian jatidiri dan karakter bangsa.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs