Jumat, 22 November 2024

Malam Tirakatan Bukan Hanya Kumpul dan Makan Bersama

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi tumpeng di Malam Tirakatan Perayaan Kemerdekaan RI. Foto: endeus.tv

Pemerintah Kota Surabaya melarang Malam Tirakatan dalam rangka Perayaan Kemerdekaan RI. Tapi nilai tradisi ini masih bisa tetap ditularkan dengan beragam cara, meski tidak seperti sebelum pandemi.

Dr Purnawan Basundoro, S.S, M.Hum Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menjelaskan, sebenarnya apa saja nilai yang terkandung dalam tradisi pelaksanaan Malam Tirakatan.

Menurutnya, Malam Tirakatan yang memang sudah menjadi semacam tradisi sebelum Pandemi menjadi semacam refleksi bersama masyarakat Indonesia atas pencapaian kemerdekaan oleh para pejuang.

“Nah ini memang yang menyulitkan kita sekarang. Dulu tirakatan dengan berkumpul bersama, biasanya ada yang cerita perjuangan atau sejarah, gitu, ya. Ini juga menjadi salah satu cara merekatkan hubungan sosial di tingkat lokal,” ujarnya ketika mengudara di Radio Suara Surabaya, Sabtu (14/8/2021).

Purnawan pun mengakui, di tengah pandemi Covid-19 ini Malam Tirakatan sulit digelar. Karena berkumpul, kata dia, menjadi temannya Covid-19. Potensi kerumunan yang terjadi berpotensi menyebabkan penyebaran virus Covid-19.

“Solusinya, ini harus ada model lain dalam melaksanakan Malam Tirakatan. Supaya terhindar dari kerumunan. Ada saran, kalau RT sudah mengenal teknologi informasi, yang paling bisa dilakukan dengan zoom,” ujarnya.

Dia mengakui, bila kegiatan yang sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu itu digelar virtual, kekhidmatan Malam Tirakatan itu sendiri akan berkurang. Tapi di masa pandemi, konsep baru itu harus diterima semua masyarakat.

“Atau misalnya, bisa dilakukan terbatas (tanpa aktivitas makan bersama), kemudian nanti kegiatan itu bisa dishare ke warga lewat YouTube dan sebagainya. Karena memang sulit di masa Pandemi kalau secara langsung,” ujarnya.

Catatannya, nilai kekhidmatan Malam Tirakatan dia akui pasti berkurang. Sebab, salah satu momen yang paling ditunggu warga, selain merenungkan makna kemerdekaan, juga bertemu secara fisik.

“Pertemuan itu lah yang memang jarang dilakukan. Sehingga pertemuan itu, berkumpul dalam suasana kemerdekaan, dinanti-nantikan. Apalagi di lingkungan perkotaan, suasana (berkumpul) semacam itu sulit dilakukan,” paparnya.

Purnawan pun menyimpulkan, Malam Tirakatan sebagai tradisi, selain untuk merenungkan kemerdekaan, juga bermakna sosial untuk menghimpun elemen masyarakat yang jarang bertemu.

Karenanya dengan cara-cara Normal Baru yang disarankan oleh pemerintah, yakni dengan cara virtual atau secara dalam jaringan, tentu saja nilai kebersamaan yang ada sebelum pandemi jadi berkurang.

“Tapi dari aspek refleksi kemerdekaan, saya kira masih bisa didapatkan dengan cara virtual seperti itu. Makna perjuangan untuk menjadikan Indonesia merdeka biasanya disampaikan di situ. Biasanya didengarkan lagu Indonesia Raya. Ada cerita kepahlawanan dari beberapa warga. Justru di situlah makna pentingnya,” kata dia.

Purnawan mengajak warga menyadari, bahwa Malam Tirakatan tidak bisa hanya dimaknai sebagai malam di mana warga bisa berkumpul dalam sebuah pesta, diiringi makan bersama, untuk merayakan kemerdekaan Republik Indonesia.

“Pada Malam Tirakatan itu ada makna yang menautkan masa sekarang dengan persoalan historis di masa lalu. Artinya, kegiatan itu (seharusnya, red) membangkitkan memori kolektif tentang perjuangan memperebutkan kemerdekaan. Itu yang penting,” ujar Purnawan.

Refleksi dalam Malam Tirakatan itu, seharusnya melampaui waktu. Menembus ruang dan waktu di masa lalu, yang mana di masa sebelum pandemi, terwakili dengan simbol-simbol seperti tumpeng dengan Bendera Merah Putih di pucuknya.

“Jadi (Malam Tirakatan) itu bukan hanya makan bersama. Makan bersama itu hanya pelengkap saja. Nah, di masa sekarang, refleksi Malam Tirakatan itu justru harus dikaitkan dengan kondisi yang dialami indonesia sekarang,” ujarnya.

“Sekarang itu, sebetulnya bangsa ini sedang dijajah kembali. Hanya saja, sekarang yang menjajah adalah Covid-19. Kalau dulu untuk mencapai kemerdekaan dengan angkat senjata, sekarang strateginya bukan dengan senjata mesin, tapi dengan prokes ketat dan vaksin,” katanya.

Di dalam Malam Tirakatan yang mungkin digelar secara virtual itulah, harus ada nilai-nilai yang menyadarkan masyarakat. Karena masih ada sebagian elemen masyarakat yang tidak mau divaksin.

“Nah orang seperti itu bisa kita refleksikan sama dengan orang yang tidak mau mengangkat senjata di masa lalu. Ini yang menurut saya penting. Merefleksikan situasi 76 tahun lalu dengan masa sekarang yang sebenarnya sama-sama sedang dijajah,” ujarnya.

Pada akhirnya, Purnawan Basundoro pun mengajak masyarakat sadar, di tengah perjuangan saat ini, strategi melawan penjajahan oleh Covid-19 ini harus dilakukan dengan strategi dan cara-cara yang sudah dirumuskan oleh pemerintah.(den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs