Pemerintah daerah perlu mengubah sistem pengolahan sampah untuk mengurangi debit sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Salah satunya dengan memilah dan mengolah sampah sebelum masuk TPA.
Di Jatim ada dua proyek nasional pengolahan sampah berkonsep pemilahan sejak awal. Yakni di Supit Urang, Kota Malang, dan di Jabon, Sidoarjo. Keduanya memproyeksikan sampah jadi listrik.
Agar bisa maksimal, sampah yang jadi bahan baku harus sudah terpilah. Bulan lalu, Sutiaji Wali Kota Malang bilang proyek itu harus didukung pengolahan yang tepat. Dia mendorong masyarakat memilah sampah.
Demikian juga yang digalakkan Ahmad Muhdlor Ali Bupati Sidoarjo. Pemilahan sampah tidak dipusatkan di TPA, tapi diolah sejak di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di tingkat kecamatan.
Pengolahan sampah tingkat kecamatan juga diterapkan Kabupaten Lamongan. Sampah di Lamongan tidak dikirim langsung ke TPA. “Diolah di pengolahan sampah terpadu,” kata Yuhronur Efendi Bupati Lamongan.
Sistem itu, kata dia, berlangsung sejak enam bulan lalu. Menurutnya, hasilnya cukup signifikan. Kalau tadinya debit sampah yang masuk TPA rata-rata 1.200 ton per bulan. Sekarang rata-rata 200 ton per bulan.
Yurohnur juga bilang, TPST di wilayahnya cukup efektif. Sisa sampah yang dikirim ke TPA hanyalah sampah-sampah organik. Sampah itu bisa menjadi bahan pembuatan kompos.
Sedangkan untuk sampah anorganik yang sudah terpilah akan diolah lebih lanjut. Uji coba sudah dilakukan, sampah anorganik itu bisa menjadi papan seperti kayu. Ada nilai manfaatnya.
“TPST ini memang baru satu. Kami berencana mengembangkan sistem pengolahan sampah ini. Kami optimistis permasalahan sampah di Lamongan bisa teratasi perlahan-lahan,” ujarnya.
Sama halnya seperti yang sedang dicita-citakan Sutiaji Wali Kota Malang dan Gus Muhdlor Bupati Sidoarjo, Yuhronur juga ingin masyarakat Lamongan memisah dan memilah sampah sejak dari rumah.(den)