Jumat, 22 November 2024

KSP Kumpulkan Masukan untuk Menekan Tingkat Prevalensi Merokok Masyarakat

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Bahaya produk tembakau tetap wajib diinformasikan dan diawasi. Foto: Suara.com

Kantor Staf Presiden (KSP) menghimpun masukan terkait perilaku merokok masyarakat dengan cara baru seperti rokok elektrik (Vape/ Electronic Nicotine Delivery System dan Heated Tobacco Product).

Upaya itu dilakukan KSP untuk mendukung upaya pemerintah menekan angka konsumsi rokok usia 10-18 tahun sampai 8,7 persen, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024.

Brian Sri Prahastuti Tenaga Ahli Utama Kedeputian II KSP mengatakan, pemerintah punya perhatian khususnya pada kelompok anak muda yang punya kecenderungan beralih dari rokok konvensional ke rokok elektrik.

Dalam focus group discussion daring bertema Pengaturan Hasil Produk Tembakau Lainnya yang berlangsung siang hari ini, Sabtu (8/5/2021), dia mengungkapkan jumlah perokok remaja Indonesia lebih tinggi dibandingkan remaja di negara lain.

“Ini jadi perhatian kami. Apalagi ada kecenderungan, terutama dari kelompok anak muda, beralih dari rokok konvensional ke modalitas baru, baik itu vaping atau pun HTP,” ujarnya.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, secara nasional dan merata di seluruh provinsi, usia seseorang pertama kali merokok paling banyak antara 15-19 tahun.

Maka dari itu, KSP menekankan pentingnya menyusun kebijakan, strategi dan regulasi yang bisa menekan prevalensi merokok, termasuk mengantisipasi tren baru dalam mengonsumsi nikotin.

Cut Putri Arianie Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan bilang, pihaknya sudah melakukan advokasi di daerah dengan menerapkan kawasan tanpa rokok, dan layanan konseling upaya berhenti merokok.

Dalam forum yang sama, Agus Dwi Susanto Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menjelaskan, prevalensi merokok sifatnya multi faktor, antara lain aspek media, aspek sosial, ekonomi dan politik.

Supriyatiningsih Project Director MTCC Universitas Muhammadiyah Yogyakarta  menyatakan siap bersinergi dengan pemerintah supaya ada regulasi yang lebih tegas.

Dia menilai, pencegahan perilaku merokok harus melalui perangkat regulasi yang kuat dan sinergi multi lembaga.

Amaliya Kepala Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YKPK)  menilai, permasalahan rokok dan risikonya di Indonesia sudah masuk kategori mengkhawatirkan.

Menurutnya, perlu pengaturan pemakaian rokok elektronik dan larangan mengonsumsi rokok pada anak-anak.

Sementara itu, Ariyo Bimo Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR) mendukung pembatasan produk Hasil Produk Tembakau Lainnya untuk anak di bawah umur.

Ariyo berpendapat penyusunan regulasi untuk Hasil Produk Tembakau Lainnya perlu dilakukan secepatnya, karena produk sudah beredar luas di masyarakat.(rid/dfn)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs