Jumat, 22 November 2024

KPPU: 1,8 Juta Ton Garam Rakyat Berpotensi Tak Terserap Karena Impor 3 Juta Ton

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Petani memuat garam matang dari tambak ke gerobak, siap diangkut ke bagian pengepakan. Harga garam di pasaran sedang turun. "Hanya 17.000 tiap dua puluh sak isi 5kg" ujar Haryono petani tambak garam osowilangun. (Foto: Anton Kusnanto)

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) memperkirakan, akan ada 1,8 juta ton garam rakyat atau garam produksi petani lokal yang tidak terserap pada 2021 karena kebijakan importasi garam 3 juta ton.

Taufik Ariyanto Arsad Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU dalam forum jurnalis KPPU soal kebijakan Impor Garam via zoom, Selasa (20/4/2021), yang menyampaikan data dari berbagai sumber itu.

Dia memaparkan, kebutuhan total pasar garam di Indonesia pada 2021 sebanyak 4,6 juta ton. Pemerintah akan mengimpor 3 juta ton garam untuk memenuhi kebutuhan industri di Indonesia.

“Target dari kementerian KKP (Kelautan dan Perikanan), produksi garam rakyat tahun ini 2,1 juta ton. Ditambah masih ada stok garam rakyat di beberapa gudang yang belum diserap sebanyak 1,3 juta ton. Totalnya jadi 3,4 juta ton,” ujarnya.

Dari total pasar garam nasional, pasar garam lokal hanya sekitar 1,6 juta ton. Dengan perkiraan total stok garam rakyat nasional 3,4 juta ton, maka diperkirakan ada 1,8 juta ton garam rakyat yang tidak terserap.

KPPU pun menaruh perhatian pada masalah yang akan muncul akibat kebijakan pemerintah mengimpor garam mencapai 3 juta ton. Masalahnya, bila garam impor tidak terserap sepenuhnya, akan terjadi rembesan.

Artinya, ada kemungkinan sisa garam impor itu merembes ke pasar garam konsumsi yang menjadi pasar utama garam rakyat. Sehingga hal itu akan merugikan petani garam lokal.

Yudi Hidayat Komisioner KPPU, dalam forum yang sama mengatakan, banyak pihak yang mempertanyakan kebijakan impor garam 3 juta ton itu. Mulai dari masyarakat, pengusaha, maupun pihak lain terkait industri garam.

“Kenapa dibutuhkan impor sebanyak itu? Menteri menjelaskan untuk memenuhi kebutuhan industri. Karena garam lokal tidak bisa memenuhi standar kualitas garam industri,” ujarnya.

Yudi bilang, akar permasalahan garam ini karena adanya kesenjangan kualitas garam industri dengan garam rakyat, terutama terkait kadar senyawa kimia natrium chlorida (NaCl) yang minimal 97 persen.

“Garam impor dengan NaCl-nya 97 persen lebih. Garam rakyat dari petani garam belum bisa mencapai itu. Sudah ada peralatan untuk meningkatkan kadar NaCl, tapi biaya produksinya jadi lebih mahal,” ujarnya.

Tidak hanya soal kualitas, harga garam impor dan garam rakyat juga mengalami kesenjangan yang sangat signifikan. KPPU mengecek, harga garam impor hanya Rp580 per kilogram.

“Dengan pajak dan sebagainya, harganya maksimal Rp800 per kilogram. Sementara garam rakyat antara Rp4 ribu-Rp5 ribu per kilogramnya,” Taufik menambahkan.

Karena itu, KPPU ingin memastikan, tidak terjadi rembesan sisa garam impor ke pasar garam konsumsi atau garam rakyat. Dia merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperkuat sistem pengawasan.

Apalagi, pasal 291 Peraturan Pemerintah 27/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan sudah menegaskan, importir garam harus memprioritaskan penyerapan garam hasil produksi petambak garam untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.(den/dfn)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs