Bambang Soesatyo Ketua MPR RI menegaskan, pemberantasan korupsi harus senantiasa berjalan. Tidak kenal waktu, apalagi terhambat karena pandemi Covid-19.
Karena itu, dirinya mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tahun 2020, walaupun di tengah pandemi Covid-19, tetap fokus bekerja menyelamatkan uang negara.
“Dalam laporan tahunan KPK tahun 2020 terlihat bahwa dari anggaran KPK sebesar Rp 920,3 miliar, KPK berhasil menyelamatkan keuangan negara mencapai Rp 593,2 triliun,” ujar Bamsoet dalam menyambut Hari Anti Korupsi Sedunia, di Jakarta, Kamis (9/12/2021).
Penyelamatan uang negera itu terdiri dari pendapatan gratifikasi yang ditetapkan KPK menjadi milik negara sebesar Rp 3,2 miliar, penindakan sebesar Rp 111,1 miliar, penyelamatan potensi kerugian keuangan negara dari upaya pemulihan.
Serta penertiban dan optimalisasi aset sebesar Rp 592,4 triliun, penyelamatan potensi kerugian keuangan negara dari kajian perbaikan tata kelola sebesar Rp 652,8 miliar, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan lainnya sebesar Rp 10,9 miliar.
Dia menjelaskan, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya harus berdasarkan pada masifnya penindakan. Melainkan juga mengedepankan aspek pencegahan.
KPK sebetulnya sudah membuat protokol pencegahan korupsi di dunia usaha melalui Corruption Prevention Guide for Business atau ISO 37001 Anti Bribery Management Systems. Namun belum dijalankan sepenuhnya oleh dunia usaha.
“Berdasarkan laporan Transparansi Internasional Indonesia, selama ini uang rakyat dalam praktik APBN dan APBD menguap sekitar 30-40 persen oleh perilaku korupsi. Modus operandi korupsi yang paling banyak, sebesar 70 persennya pada pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Perlu adanya sistem yang kuat, yang menjamin uang rakyat tersalurkan secara tepat guna dan tepat sasaran,” jelas Bamsoet.
Bamsoet juga mendorong KPK membangun whistleblowing system, untuk memudahkan pengelolaan laporan, khususnya terhadap saksi tindak pidana korupsi yang berasal dari korporasi.
Sesuai Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi, dengan tegas menyatakan bahwa korporasi dapat dipidana bila memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana yang dilakukan untuk kepentingan korporasi.
“Selain melakukan pencegahan dan penindakan, KPK juga harus gencar melakukan perburuan aset tindak pidana korupsi yang disimpan di luar negeri (stolen asset recovery). Satu di antaranya dengan memanfaatkan langkah pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI). World Bank (Bank Dunia) menekankan bahwa pengembalian aset tindak pidana korupsi sangat penting bagi pembangunan negara berkembang. Setiap USD 100 juta hasil korupsi yang bisa dikembalikan, setidaknya dapat membangun 240 kilometer jalan, mengimunisasi 4 juta bayi dan memberikan air bersih bagi 250 ribu rumah,” pungkas Bamsoet. (faz/wld/ipg)