Wayang sebagai kesenian bersifat dinamis dan akan terus bertahan karena wayang dianggap memberikan nilai-nilai kehidupan yang tidak lekang oleh zaman.
Hal itu disampaikan oleh Sinarto Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim kepada Radio Suara Surabaya, Minggu (7/11/2021). Menurutnya, dikarenakan wayang menggambarkan karakter manusia yang dari dulu hingga sekarang, masih relevan.
“Lebih serius lagi, wayang itu sebagai karakter manusia. Misalnya Werkudoro itu wataknya manungso (manusia). Kalau mau adil ya lihat Werkudoro. Kalau jahat ya bisa lihat Sengkuni,” kata Sinarto yang juga berprofesi sebagai dalang.
Apalagi sejak dulu, dalam pementasan wayang, banyak sekali nilai-nilai kehidupan yang diceritakan. Mulai dari kehidupan ekonomi, sosial, visi kepemimpinan, politik hingga religiusitas.
Bahkan, tak jarang jika cerita wayang bisa disesuaikan dengan permintaan si penanggap (penyelenggara acara). Contohnya, pertunjukan wayang yang ditanggap oleh orang untuk acara pernikahan, biasanya akan meminta cerita dan lakon dari cerita kehidupan pernikahan dan rumah tangga. Tujuannya, agar wayang tak berhenti menjadi seni hiburan semata, tetapi juga ingin memberikan nilai-nilai, sekaligus pesan-pesan kepada mereka yang punya hajat.
Bahkan, seorang dalang juga bisa membuat tokoh dan karakter wayang yang baru, agar cerita yang ditampilkan lebih relevan dengan zaman sekarang. Karena jika wayang dihadirkan sebagai spirit internal, maka wayang dapat bertahan sampai kapanpun.
“Wayang bisa digambarkan seperti zaman sekarang. Seperti Ki Kenthus yang membuat wayang-wayang baru, saat saya tanya katanya ‘karena kelakuan orang-orang sekarang kayak gini’,” ceritanya.
“Filosofisnya, siapapun bisa masuk (paham). Seni rupanya siapapun boleh membuat yang terbaru, namanya wayang kok. Tidak perlu seperti ‘ini salah’,” tambahnya.
Sehingga, dalang harus bertanggung jawab atas cerita apa yang akan dipertunjukkan. Apakah cerita pewayangan akan memberikan nilai-nilai kehidupan yang baik, atau sebaliknya.
Sinarto melihat, eksitensi kesenian wayang di Jawa Timur masih ada hingga saat ini. Bahkan sejak dihantam pandemi Covid-19, geliat pertunjukan wayang berangsur-angsur membaik.
Meski banyak penanggap yang menggelar wayang secara virtual, namun jumlahnya terus naik. Mulai dari sebuah organisasi, lembaga hingga persorangan.
“Yang nanggap ini sudah ada perorangan. Dulu yang mendahului kan organisasi, lembaga-lembaga, industri, pabrik. Setelah itu perorangan seperti acara kawinan,” kata Sinarto.
Nantinya, si dalang melakukan pertunjukan dari rumah, lalu ditonton oleh para penanggap dan para tamu undangan. Di sana, dalang bisa menambah inovasi dengan memberikan salam-salam untuk para tamu.
“Dalang juga memberikan salam ke tamu-tamu dari tuan rumah, kasih kesempatan buat nyawer dan diputar berulang-ulang,” ujarnya.
Sinarto menyebut, pertunjukan wayang secara virtual juga lebih menekan biaya operasional karena pertunjukan digelar di rumah dalang.(tin/iss)