Awal 2021, Rumah Budaya Indonesia (RBI) di Berlin kembali menawarkan program kursus bahasa Indonesia bagi para penutur asing di Kota Berlin.
Ada tiga kelas dengan tingkatan berbeda yang ditawarkan RBI di Berlin, yaitu kelas 1, “Apa kabar? Bagian ke-1” untuk tingkat A1.1. Kelas 2, “Apa kabar? Bagian ke-2” untuk tingkat A1.2. Dan kelas 3, yaitu Kelas Konversasi untuk tingkatan mulai A2.
Masing-masing kelas digelar selama 11 minggu dan setiap pertemuan berlangsung selama tiga jam pelajaran serta semua kursus dilaksanakan secara daring dengan platform Zoom Meeting.
Kelas pertama, yaitu “Apa Kabar? Bagian ke-1” ditujukan untuk para pemelajar pemula.
Total peserta yang belajar di kelas ini adalah 30 orang yang terdiri dari 15 orang siswa perempuan dan 15 orang laki-laki dengan latar belakang pendidikan dan usia yang berbeda-beda.
Para peserta yang ikut berprofesi sebagai musisi, manajer proyek, koordinator NGO, guru, seniman, siswa SMA, mahasiswa hingga profesor.
Ardi Marwan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Berlin menyampaikan bahwa mayoritas pemelajar di kelas ini adalah orang Jerman.
Namun, dua orang berkewarganegaraan Inggris dan Argentina. Peserta di kelas ini juga berasal dari berbagai kota di Jerman, seperti Hannover, Freiburg, Lörrach, Mannheim, Kiel, Bad Vilbel, dan Berlin.
Ardi menuturkan bahwa motivasi mereka belajar bahasa Indonesia di antaranya adalah untuk berkomunikasi dengan keluarga pasangan, penelitian, belajar budaya, liburan, dan lainnya.
“Beberapa tema yang dibahas pada kelas ini adalah memperkenalkan diri dengan orang lain, keluarga, ulang tahun, angka, dan liburan. Bahasa pengantar yang digunakan pada kelas ini adalah bahasa Jerman (70%) dan bahasa Indonesia (30%),“ jelas Ardi dalam keterangannya, Rabu (2/6/2021).
Berikutnya, untuk kelas “Apa Kabar? Bagian ke-2“ merupakan lanjutan dari semester sebelumnya yang dilakukan pada akhir tahun 2020.
Menurut Ardi, total peserta yang belajar di kelas ini adalah 22 orang yang terdiri dari 14 orang siswa perempuan dan 8 orang laki-laki dengan latar belakang pendidikan dan usia yang berbeda-beda.
Mereka antara lain berprofesi sebagai konsultan, dosen, jurnalis, desainer, guru, seniman, mahasiswa hingga peneliti.
Mayoritas pemelajar di kelas ini adalah orang Jerman. Namun, dua orang berkewarganegaraan Peru dan Italia.
Peserta berasal dari berbagai kota di Jerman, seperti Hannover, Frankfurt am Main, Hamburg, Düsseldorf, Münster, dan Berlin.
Hampir sama dengan peserta di kelas sebelumnya, motivasi mereka belajar bahasa Indonesia di antaranya adalah untuk berkomunikasi dengan keluarga pasangan, penelitian, belajar budaya (seperti musik gamelan), liburan, dan lainnya.
Beberapa tema yang dibahas pada kelas ini adalah liburan, aktivitas harian, sifat dan karakter orang, serta arah, letak dan lokasi.
Bahasa pengantar yang digunakan pada kelas ini adalah bahasa Jerman (60 persen) dan bahasa Indonesia (40 persen).
Sementara itu, di kelas ketiga, materi pembelajaran lebih menekankan pada percakapan bahasa Indonesia. Kelas ini juga dikenal dengan Kelas Konversasi.
Berbagai topik yang dibahas di kelas ini adalah musik, film, percakapan sehari-hari, dan lainnya. Pada kelas ini peserta diberi kesempatan yang lebih luas untuk mengemukakan ide dan pendapat mereka dalam bahasa Indonesia.
Rata-rata siswa di kelas ini sudah pernah belajar bahasa Indonesia, setidaknya selama setahun.
“Berbagai metode yang digunakan ketika pembelajaran berlangsung seperti diskusi, bermain peran, debat, wawancara dan masih banyak lagi lainnya,” terang Ardi.
Jumlah peserta di kelas ini adalah 20 orang yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Mereka berprofesi sebagai psikolog, mahasiswa doktoral, desainer grafik, tenaga medis, seniman, hingga pensiunan. Hampir semua peserta berkewarganegaraan Jerman. Namun, ada satu orang peserta yang berasal dari Singapura.
Kebanyakan dari peserta berasal dari kota Berlin dan beberapa dari mereka berasal dari kota lain di Jerman seperti Hennef, Göttingen, Karlsruhe, Leipzig, dan Stuttgart.
“Pada kelas ini hampir 100 persen komunikasinya berlangsung dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pada setiap pertemuan satu sampai dua orang siswa memberikan presentasi menggunakan bahasa Indonesia. Kemampuan berbahasa Indonesia peserta di kelas ini rata-rata sudah cukup bagus,“ lanjut Ardi.
Pada setiap kelas, para peserta dibimbing oleh pengajar (tutor), termasuk ketika peserta dibagi dalam kelompok-kelompok kecil (breakout rooms). Para tutor adalah 10 orang mahasiswa Sastra Jerman dari Universitas Negeri Malang yang secara sukarela meluangkan waktu mereka untuk belajar bersama-sama dengan para peserta. Mereka ditempatkan di kelas “Apa kabar? Bagian ke-1“ dan “Apa kabar? Bagian ke-2“.
Selain itu, ada pula beberapa tutor lainnya yang ditempatkan di Kelas konversasi. Kebanyakan dari tutor tersebut adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Jerman dan ada pula yang tinggal di Kuala Lumpur.
Ardi menegaskan, kehadiran tutor ini berdampak positif bagi peserta karena mereka dapat belajar secara intensif dan mereka dapat mendengarkan bahasa Indonesia dari penutur jati secara otentik.
Pada akhir kursus setiap peserta yang datang lebih dari 60 persen dari total pertemuan mendapatkan sertifikat keikutsertaan kursus yang ditandatangani oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Berlin.
“Sebagian besar peserta berencana untuk mengikuti kembali kursus yang akan berlangsung pada paruh kedua tahun 2021,“ pungkas Ardi.(faz/tin)