Cak Mus pendiri kampung dolanan turut menghadiri Pahlawan Fest 2021 dengan membawa berbagai permainan tradisional, sekaligus mengajak masyarakat yang hadir di SSPF 2021 mengajak permainan itu, Minggu (14/11/2021).
Dalam upaya memperkenalkan permainan tradisional, komunitas dolanan memiliki arah gerak yang cukup luas hingga ke berbagai wilayah untuk sekedar memperkenalkan sebuah permainan kepada masyarakat terutama anak-anak.
Di masa pandemi, Cak Mus dan Kampung Dolanan tetap melakukan aktivitasnya untuk tetap memperkenalkan permainan tradisional.
“Kita pernah ngisi di Bali, Lombok, Cirebon, bahkan 2020 saya keliling Jawa berdasarkan rute yang saya lewati selama 19 hari,” tambahnya.
Selain memperkenalkan permainan tradisional ke masyarakat luas, perjuangan kampung dolanan ini juga untuk tetap menghidupkan pengrajin permainan tradisional.
“Ini sekaligus misi untuk membantu pedagang konvensional, karena masa pandemi mereka tetap di Surabaya dan tidak ada yang memperhatikan nasibnya,” ujar Cak Mus.
Cak Mus juga menambahkan jika komunitasnya juga memiliki divisi yang bertugas melakukan riset untuk mengetahui berbagai latar belakang dan budaya setiap daerah untuk menyesuaikan jenis permainannya.
“Karena pada setiap daerah bahan yang digunakan, nama permainanya itu berbeda, padahal jenis permainannya ya sama.”
Pada SSPF 2021 kampung dolanan membawa berbagai permainannya di antaranya ada egrang, yoyo kayu, otok-otok, holahob dan lain-lain. Antusiasme masyarakat cukup banyak yang memainkan permainan tersebut.
Cak Mus mengatakan kampung dolanan adalah komunitas yang berfokus untuk mengenalkan permainan tradisional ke masyarakat secara luas.
“Ada 20 jenis permainan yang kami bawa, saya juga menciptakan permainan kartu domino versi matematika, karena distigma masyarakat domino terkesan negatif, nah karena itu saya mencipatakan kartu yang di dalam kotaknya ada bilangan hitungan operasional dan serta sin, cos, tan” kata Cak Mus saat talkshow di SSPF 2021.
Dia juga menjelaskan bahwa kartu domino yang dibuatnya sangat diminati beberapa sekolah sebagai medium belajar matematika karena anak lebih mudah memahami pelajaran dengan metode bermain.
“Terbukti, anak usia empat sampai lima tahun lebih cepat memahami. Ini pernah saya coba di TK daerah Surabaya Barat pada tahun 2017,” tutur Cak Mus.
Untuk ke depannya Cak Mus berharap nama-nama dolanan ini bisa muncul dari masing-masing kampung.
“Yang menjadi urgensi adalah mengenalkan permainan tradisional ke masyarakat itu yang paling utama,” pungkasnya. (wld/iss)