Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) meluncurkan 41 buku karya para dosen secara sekaligus sebagai kado Dies Natalis ke-57 Unesa.
“Peluncuran 41 judul buku sekaligus ini adalah yang pertama di Unesa, tidak tahu kalau di luar, apakah ada yang pernah meluncurkan buku secara serentak seperti ini?” Kata Moch Khoiri Penanggung Jawab Peluncuran Buku itu, Jumat (24/12/2021).
Peluncuran 41 buku sekaligus yang digelar Rabu (22/12/2021) lalu itu bertujuan untuk mewadahi tulisan atau karya dosen-dosen di lingkungan FBS, sekaligus mengumumkan kepada publik bahwa FBS punya karya yang bisa dibaca dan dinikmati.
Peluncuran buku sekaligus dalam momentum Dies Natalies itu dia harapkan menjadi motivasi bagi para dosen dan penulis di lingkungan FBS dan Unesa secara umum agar bisa menghasilkan lebih banyak karya yang mencerdaskan bangsa.
“Kami harap jumlahnya terus meningkat. Apakah 50 atau bahkan lebih bagus lagi kalau sampai tembus 100 buku dalam sekali peluncuran. Tapi yang terpenting, kami harap buku-buku ini menjadi inspirasi dan pencerahan bagi masyarakat,” ujarnya.
Trisakti Dekan FBS Unesa mengatakan, acara peluncuran 41 buku sekaligus itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi FBS sekaligus sebagai kado akhir tahun bagi Unesa dan Bangsa Indonesia.
“Ini sangat monumental bagi keluarga besar civitas academica FBS. Bertepatan perayaan Dies Natalis ke-57 Unesa, perayaan Hari Ibu, serta Hari Ulang Tahun Pak Setya Yuwana Sudikan Guru Besar FBS Unesa,” ujarnya.
Prof Setya Yuwana Sudikan Guru Besar Ilmu Sastra Unesa menyatakan, peluncuran buku itu dia harap menyadarkan para dosen agar tidak hanya berupaya memenuhi syarat formalitas.
Menurutnya, belakangan ini banyak dosen yang hanya menulis dan berkarya untuk memenuhi tuntutan akademik dan jabatan. Misalnya kejar karya masuk scopus sementara yang lain-lain tidak jadi perhatian.
“Jangan sampai cuma di scopus, tetapi lakukan hal-hal besar lainnya. Kejar bagaimana karya bisa bermanfaat untuk banyak orang. Saya tidak puas kalau hanya scopus, tetapi kalau buku saya dibaca orang banyak, wah, itu puas sekali rasanya,” ujarnya.
Mengutip pendapat sejumlah filosof dia menyatakan, harusnya selama hidup itu seseorang berpegang pada prinsip “saya ada karena berkarya”.
“Akan eman (sayang, red), ya, kalau hanya mengajar dan mengejar riset untuk syarat kepangkatan. Sama seperti guru-guru. Cuma ngajar saja. Itu, kan, eman banget kalau tanpa menulis,” katanya. “Hidup itu harus punya arti, tidak hanya untuk keluarga, tetapi juga untuk masyarakat. Apa yang bisa kita berikan? Tentu lewat keahlian dan karya.”
Sejumlah narasumber hadir dalam kegiatan tersebut. Di antaranya Prof Dr Tadjur Ridjal, M.Pd, Dr Bambang Sadana, Dr Fauzan, M.Pd, Prof Dr Wahyudi Siswanto, dan Eka Budianta. Mereka memberikan testimoni terkait proses kreatif hingga gambaran keseluruhan buku.
Adapun beberapa dari 41 buku yang diluncurkan serentak itu di antaranya Etnosains Nusantara; Kenangan Murid Kultural Budi Darma; Budi Darma: Sosok, Pemikiran, dan Karyanya; Sosiopragmatik Teori dan Penerapannya; Era Kritisisme Telah Berakhir; Kitab Kehidupan; Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Fiksi Jawa Modern; dan Kreativitas Dasar Tari.(den)