Dinas Sosial Kota Surabaya mengungkapkan data terbaru jika jumlah penyandang disabilitas di Kota Surabaya selama tiga tahun terakhir mengalami kenaikan. Di tahun 2020 jumlah penyandang disabilitas mencapai 9.852 orang.
Agus Rosyid, Kasi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinsos Kota Surabaya, Selasa (18/5/2021) mengungkapkan kian bertambahnya jumlah penyandang disabilitas di Surabaya setiap tahunnya menunjukkan jika warga Surabaya sudah mulai terbuka apabila memiliki anak ataupun kerabat penyandang disabilitas.
“Tentunya ini menjadi kabar yang baik dimana warga Surabaya sudah mulai bisa menerima anak ataupun kerabat yang penyandang disabilitas,” ungkap Agus.
Agus mengatakan, fenomena penyandang disabilitas ini seperti gunung es, sulit bagi pihaknya untuk memastikan apakah data yang dimiliki tersebut adalah sebenarnya, karena bisa jadi faktor keluarga yang menjadikan seorang disabilitas itu tidak diketahui keberadaannya.
“Bisa saja jumlahnya malah lebih banyak dari data yang kami miliki. Ini karena berbagai faktor, bisa faktor malu, aib, dan sebagainya sehingga ketika kami melakukan pendataan tetap saja tidak bisa melakukan pemutakhiran data karena ketertutupan itu,” jelasnya.
Jumlah penyandang disabilitas kata Agus, terbanyak berada di Kecamatan Sawahan, Tambaksari, dan Wonokromo. “Tiga kecamatan ini yang jumlah populasi penyandang disabilitasnya lebih besar dibanding wilayah lain,” ujar Agus.
Program Rehabilitasi Sosial
Adapun untuk pelaksanaan pelayanan terhadap penyandang disabilitas, kata Agus, Pemkot Surabaya mengacu pada Undang Undang No. 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, kemudian Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2019 tentang penyelenggaraan kegiatan sosial bagi penyandang disabilitas. Selanjutnya Peraturan Menteri Sosial No.7 tahun 2017 tentang standard rehabilitasi penyandang disabilitas. Berikutnya ada Peraturan Sosial No. 16 tahun 2019 tentang standard nasional rehabilitasi sosial. Yang terakhir Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 2 tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
“Program Rehabilitasi Sosial ini ada yang di dalam panti maupun di luar panti. Untuk program disabilitas di luar panti, rehabilitasi diselenggarakan pada fasilitas milik pemerintah daerah maupun masyarakat,” ujarnya.
Berikutnya untuk disabilitas di dalam panti bekerjasama dengan lembaga-lembaga penyandang disabilitas. Diungkapkan Agus, hingga saat ini yang tercatat di dinsos baru 4 lembaga sosial disabilitas, sedangkan di lapangan bisa jadi lebih banyak lagi.
“Kita sudah berupaya pro aktif agar mereka bisa mendaftar, sehingga dengan demikian kita mudah melakukan kerjasama maupun, intervensi karena status hukum dari lembaga sosialnya diakui secara hukum,” jelas Agus.
Adapun bentuk kegiatan di luar panti di antaranya, berbentuk bantuan sosial hingga dukungan keluarga. Ini sebagai bentuk penguatan kapasitas pemberdayaan penyandang disabilitas di dalam keluarga maupun masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak hanya bersumber dari APBD Kota Surabaya, tetapi juga melibatkan APBD Provinsi, pusat maupun program CSR perusahaan.
“Dukungan tersebut kita lakukan dengan bentuk kerjasama, baik itu dengan puskesmas, rumah sakit umum, bentuknya misalnya ada disabilitas terlantar yang tidak diketahui alamatnya, asalnya, maka dinsos akan memfasilitas apabila dia mengalami masalah kesehatan dengan tanggungan atau dana dari pemerintah,” jelasnya.
Jika di break down untuk kegiatan pelayanan rehabilitasi yang dilakukan dinsos di tahun ini melakukan sebanyak 9 kegiatan di antaranya pemberian permakanan bagi penyandang disabilitas dengan target 6. 364 orang dengan sumber anggaran dari APBD Kota Surabaya. Kegiatan ini sudah berlangsung 7 tahun. Kemudian ada bantuan alat bantu yang difokuskan kepada penyandang disabilitas fisik yakni pemberian kursi roda dengan target 180 orang. Bagi mereka yang membutuhkan kursi roda bisa mengajukan ke kelurahan setempat. (man/iss)