Rudiantara Mantan Menkominfo mengungkapkan, Indonesia memang kerap menjadi sasaran serangan siber. Indonesia menjadi negara ketiga yang paling banyak mendapat serangan siber.
“Hari ini Indonesia masuk nomor tiga negara setelah Mongolia dan Nepal, negara yang jadi target attack. Sampai saat ini sudah ada 8 juta attack di dunia, Jadi setiap detik ada malware, bukan hacking, bukan phising,” kata Rudiantara dalam diskusi soal sistem keamanan nasional di era digital, Senin (31/5/2021).
Malware adalah perangkat lunak yang ditujukan untuk memanipulasi hingga mencuri data digital. Sedangkan hacking merupakan aktivitas penyusupan ke dalam sebuah sistem komputer ataupun jaringan dengan tujuan untuk menyalahgunakan ataupun merusak sistem.
Sementara phising adalah sebuah upaya menjebak korban untuk mencuri informasi pribadi, seperti nomor rekening bank, kata sandi, dan nomor kartu kredit.
Aksi phising bisa dilancarkan melalui berbagai media seperti e-mail, media sosial, panggilan telepon, dan SMS, atau teknik rekayasa sosial dengan memanipulasi psikologis korban.
“Ini terjadi ini dunia nyata kita, ini bukan menakut-nakuti. Ini memberi awareness betapa attack itu secara global terus menerus terjadi,” jelasnya.
Untuk itu Rudiantara meminta masyarakat rajin mengganti pin atau password secara rutin dalam menjaga kemananan data sehari-hari di era digital. Ia menganalogikan menjaga keamanan data seperti menjaga dompet.
“Siapa yang berani simpan dompet di restoran tanpa diawasi? Semua kan disimpan di kantong baik-baik. Nah sama seperti di keamanan digital kita harus selalu ikhtiar. Ikhtiarnya apa? Dengan disiplin, dengan konsisten, menjaga kerahasiaan pin, password,” ujarnya.
Sementara itu, Andi Wijayanto pakar intelijen dan keamanan mengatakan, Indonesia sudah saatnya memperkuat teknologi di era digital untuk keamanan nasionalnya.
“Untuk amankan siber kita, untuk memperkuat keamanan nasional kita, kuncinya teknologi,” kata Andi.
Namun, penguatan teknologi digital Indonesia saat ini terhambat, karena pandemi Covid-19. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang terbentuk pada 2017 lalu, tidak dalam kondisi ideal untuk membangun infrastruktur, karena keterbasan pengalokasian anggaran.
“Kepalanya sedang berupaya transformasi BSSN. Tiba-tiba ‘boom’, Covid-19. Jadi tertunda yang direncanakan. Karena harus prioritaskan Covid-19. Moga-moga pandemi segera berakhir,” pungkas Andi.(faz/dfn)