Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengajak seluruh anggotanya dan masyarakat luas bersama-sama melawan infodemi, informasi berlebihan mengenai Covid-19 baik secara daring maupun luring.
Selain itu, IDI juga mengajak para dokter, tenaga kesehatan, dan masyarakat secara luas untuk mempercepat vaksinasi sebagai salah satu langkah untuk segera mengakhiri pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Dokter Adib Khumaidi Ketua Pengurus Besar IDI mengatakan, pemberantasan disinformasi Covid-19 dan vaksinasi atau kerap disebut Infodemi itu menjadi salah satu program utama PB IDI.
“Dan respons dari masyarakat cukup luar biasa,” ujarnya saat menjadi salah satu pembicara dalam webinar “Perkembangan Terkini Vaksin Covid-19 di Indonesia.”
Webinar yang digelar atas kerja sama Kementerian Komunikasi dan Informatika, PB IDI, dan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) itu berlangsung Minggu (29/8/2021).
Prof. Iris Rengganis Ketua Tim Advokasi Vaksinasi Covid-19 PB ID dan Prof. Hinky Hindra Irawan Satari Ketua Komnas KIPI juga menjadi pembicara dalam webinar tersebut, juga dr. Siti Nadia Tarmizi Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes.
Dokter Adib menyatakan, tantangan mengatasi pandemi ini bukan hanya disinformasi. Belajar dari pengalaman beberapa bulan lalu, yang tetap diperlukan adalah persiapan menghadapi lonjakan kasus. Bentuknya antara lain menyiapkan tempat isolasi terpusat dan sistem isolasi terpantau.
Perlu pula, kata dia, senantiasa mengajak semua orang menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah memastikan vaksin terdistribusi merata ke seluruh penjuru Indonesia. Bukan hanya vaksinnya yang tersedia, tempat vaksinasi juga harus semakin dekat dengan masyarakat.
Dokter Nadia Jubir Vaksinasi Kemenkes bilang, pemerintah terus mendatangkan vaksin untuk kemudian dikirim ke seluruh Indonesia. Pengirimannya, kata dia, memang ada sejumlah pertimbangan teknis dalam proses distribusi.
Dia tidak menjelaskan lebih lanjut, tapi dia memastikan distribusi itu bukan berarti tidak sampai ke berbagai penjuru Indonesia. Di luar itu, dia berharap upaya distribusi vaksin juga diimbangi peningkatan minat masyarakat yang mau divaksin.
Salah satu hal lagi yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam hal distribus, Nadia mengungkapkan, karena cara penyimpanan vaksin jenis tertentu perlu perlakuan khusus. Misalnya, vaksin Pfizer dan Moderna yang masih dipesan, harus disimpan dalam suhu beku ekstrem. Jika tidak akan rusak.
Sementara terkait dengan khasiat vaksin, Nadia memastikan bahwa semua vaksin Covid-19 yang dipakai di Indonesia telah diuji kualitas dan khasiatnya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
Sementara itu berkaitan dengan kejadian ikutan pascaimuniasi atau vaksinasi, Prof. Hindra sebagai Ketua Komnas KIPI mengakui, memang ada laporan tentang dampak setelah vaksinasi. Hanya saja, kata dia, data Komnas KIPI menunjukkan bahwa sebagian atau 60 persen laporan itu dipicu kecemasan.
Vaksinasi, kata Hindra, bukanlah merupakan hal baru di Indonesia. Sementara itu, pengetahuan soal vaksinasi ini juga terus berkembang. Dia contohkan, di masa lalu dianjurkan menyediakan penurun demam sebelum vaksinasi. Belakangan, anjuran itu direvisi jadi “jika ada gejala”.
“Jadi, kalau tidak ada gejala, sebaiknya jangan diberi pereda demam,” kata Prof. Hindra.
Prof. Iris juga mengatakan hal senada. Sejak lama telah dikenal berbagai vaksin. Bahkan, beberapa jenis vaksin harus diulang secara berkala karena mutasi virus terus berlangsung. Akibatnya, perlu adanya vaksin baru yang lebih manjur. Hal itu antara lain terjadi pada influenza.
Dia juga mengajak tenaga kesehatan untuk senantiasa mendorong program vaksinasi. Saat ini, seluruh vaksin yang beredar telah diuji keamanannya. Karena itu, dia meminta masyarakat tidak perlu menunggu merek tertentu sehingga harus menunda vaksinasi.(den)