Kelompok Studi Community of Aquatic Environment (CAER) mahasiswa semester enam Prodi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Trunojoyo Madura, turun ke Sungai meneliti mikroplastik air sungai, air sumur, dan biota di Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Pengamatan mikroplastik menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 40 hingga 100 kali. Hasil penelitian ini lantas dipublikasikan oleh Prigi Arisandi Direktur Eksekutif Ecoton, LSM Pengamat Ekologi dan Konservasi Lahan Basah.
“Setelah kami identifikasi ditemukan beberapa fakta, Biota Sungai Brantas telah positif terkontaminasi mikroplastik. Dari 12 spesies ikan terdapat 17-90 partikel per ekor. Gastropoda (keong) terdapat mikroplastik sebanyak 5 partikel per ekor. Bivalvia (kerang) terdapat mikroplastik sebanyak 6 partikel per ekor. Sedangkan udang terdapat mikroplastik sebanyak 1,7 partikel per ekor,” kata Prigi, Sabtu (5/6/2021).
Sedangkan sampel anak Sungai Brantas yang meliputi Kali Gunting, Kali Marmoyo, Kali Tengah, Kali Pelayaran, Kali Rowo juga dinyatakan positif mikroplastik.
Air di sungai itu menyuplai mikroplastik sebanyak 126-163 partikel per 100 liter ke Sungai Brantas, sedangkan pada Sungai Brantas air permukaan terdapat mikroplastik 37-73 partikel per 100 liter, dan untuk air kolom Sungai Brantas terdapat mikroplastik sebanyak 48-167 partikel per 100 liter.
Pada air sumur dari kota Jember, Mojokerto, Jombang, dan Pamekasan penelitian mereka menunjukkan, air sumur itu positif mikroplastik sebanyak 5-42 partikel per 100 liternya.
Prigi menjelaskan, mikroplastik merupakan remahan plastik yang berukuran sangat kecil. Mikroplastik terbanyak ditemukan pada hasil penelitian itu adalah bentuk fiber yang bersumber dari serat tekstil atau limbah cair laundry.
“Bentuk lain yang ditemukan adalah bentuk fragmen yang berasal dari sedotan, botol air minum kemasan, botol sabun. Bentuk film dari tas kresek, bentuk filame dari plastic PET, dan pellet dari Styrofoam,” ujarnya.
Terdapat bahan berbahaya dalam plastik yang berdampak buruk bagi kesehatan. Salah satunya gangguan hormon. Di antaranya Bisphenols yang menyebabkan disfungsi seksual dan penurunan kesuburan, Alkyphenols penyebab penurunan jumlah sperma dan Phthalates penyebab keguguran dan monopause dini.
Prigi menegaskan, perlu adanya regulasi dan gerakan masyarakat untuk mengurangi pemakaian plastik sekali pakai untuk restorasi ekosistem Brantas.
“Plastik sekali pakai sangat mencemari perairan, dan bersifat sulit terdegradasi, lebih baik masyarakat menggunakan kantong atau tas yang bisa dipakai berulang kali, dan sebaiknya masyarakat membeli kebutuhan rumah tangga secara refill tidak pakai kemasan sachet karena sachet merupakan kemasan multi layer yang sangat sulit terdegradasi,” katanya.
Selain itu,pembangunan IPAL Komunal di masing-masing desa menurutnya sangat diperlukan. Supaya limbah rumah tangga yang terbuang bisa diolah lebih dulu sehingga kualitas air terutama fosfat tidak mencemari Sungai Brantas. (man/den)