Jumat, 22 November 2024

Hadapi La Nina Pemprov Jatim Fokus Menyelamatkan Hasil Pertanian

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Seorang petani sedang menebar pupuk di area persawahannya di Jatim. Foto: Antara

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi wilayah Indonesia pada fase musim penghujan, tepatnya dari Desemberi 2021 hingga Februari 2022 akan menghadapi Fenomenan La Nina.  Dimana curah hujan akan meningkat, dan mengancam pertanian Jawa Timur.

Ir. Irita Rahayu Kepala UPT Proteksi Tanaman Pangan Holtikultura Dinas Pertanian dan Pangan Jawa Timur mengatakan, pihaknya memberi perhatian pada keadaan pasca banjir.

“Selain dampak banjir yang mengakibatkan puso (gagal panen),  kami juga menangani serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) seperti jamur, wereng, dan tikus yang marak muncul setelah banjir,” kata Irita saat dihubungi Radio Suara Surabaya, Senin (1/11/2021).

Sebagai langkah mitigasi bencana La Nina, Kepala UPT Proteksi Tanaman Pangan sudah bersurat kepada Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota di seluruh Jawa Timur untuk memberi perhatian pada daerah-daerah yang dikategorikan rawan banjir dan endemis serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).

“Masing-masing Kabupaten dan Kota sudah kami kawal. Kami di UPT Proteksi memiliki petugas yang tersebar di Jatim untuk mitigasi dan antisipasi banjir yang melibatkan pihak terkait untuk upaya penanganannya, kami sudah melakukan gerakan pembersihan tikus pra tanam, kami juga sudah melakukan langkah koordinasi dengan daerah lain seperti Lamongan yang kami lihat potensi rawan banjir, rawan tikus dan serangan OPT tinggi sehingga kami beri perhatian penuh bersama dengan PU dan dinas terkait,” ujar Irita.

Dia juga menuturkan bahwa pihaknya memiliki tujuh wilayah kerja yang tersebar di Tulungagung, Bojonegoro, Mojokerto, Madiun, Jember, Pamekasan, Pandaan atau Pasuruan.

“Di sana kami memiliki lab untuk menyiapkan stok pengendalian hama berjenis kimia maupun bilogis untuk upaya penanganan di wilayah terdekat.”

Selain wilayah kerja, Irita juga menyampaikan adanya wilayah yang mendapat perhatian khusus terkait tingkat kerentanan sawah yang terserang OPT.

Seperti endemis tikus yang tersebar di Kota Lamongan dan Kota Tuban. Lalu penggerek batang padi dan wereng batang cokelat yang rawan terjadi di Kota dan Kabupaten Bojonegoro.

Untuk jenis hama tungro kata Irita, juga harus diwaspadai oleh petani di Ngawi , dan petani Banyuwangi harus mewaspadai kerdil rumput.

Untuk wilayah banjir sangat besar kemungkinan terjadi di wilayah Gresik, Tuban, Bojonegoro dan  Ngawi.

“Kerugian yang disebabkan oleh dampak banjir itu cukup besar bisa-bisa mencapai 50 juta per hektare. Kalau berapa totalnya tinggal dikalikan saja berapa yang puso. Yang kekeringan kemarin ada 9 ribu 100 hektar lebih, sawah yang gagal panen,” ujarnya.

Sebagai upaya anitisipasi, Dinas Pertanian melakukan upaya mempercepat masa tanam sebelum mencapai puncak fase musim hujan.

“Selain percepatan kami juga menganjurkan untuk menggunakan varietas padi yang tahan genangan sekaligus kami mendorong petani mengikuti asuransi pertanian,” imbuhnya.

Irita menyoroti pentingnya asuransi petani sebagai salah satu upaya antisipasi fenomena La Nina, dan mengurangi kerugian para petani.

“Untuk asuransi ini petani cukup membayar 36 ribu per hektare karena sudah disubsidi oleh pemerintah dari harga 180 ribu. Tahun 2021 ini menurun karena ada refocusing anggaran, yang baru diasuransikan baru 46 ribu hektare, kalau tahun kemarin cukup banyak yaitu 480 ribu hektare. Saya berharap seluruh petani mengikuti saran dari penyuluh kami, kalau diminta untuk percepatan tanam ya segera tanam kalau kondisinya memungkinkan, karena kami juga membuat kalender jadwal tanam. Dan jangan lupa ikut asuransinya untuk mengurangi potensi kerugian jika terjadi puso,” pungkasnya. (wld/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs