Jumat, 22 November 2024

Epidemiolog: PPKM Mikro Jangan Hanya Main Istilah

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Dokter Windhu Purnomo Pakar Epidemiologi Unair. Foto: Dok/suarasurabaya.net

Dokter Windhu Purnomo Pakar Epidemiologi Unair menekankan, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro jangan sampai hanya main istilah.

“Jujur saja, saya sebetulnya enggan berkomentar tentang kebijakan-kebijakan yang menggunakan istilah-istilah yang definisinya tidak jelas,” ujarnya, Minggu (7/2/2021).

Dia mempertanyakan apa yang dimaksud dengan PPKM skala mikro? Apa istilah ini sama dengan karantina wilayah berskala mikro? Atau nama lain Kampung Tangguh?

“Kalau yang dimaksud karantina wilayah tapi berskala mikro, berarti ada wilayah mikro (RT/RW/Desa-Kelurahan) yang dikarantina dan ada yang tidak dikarantina,” katanya.

Kalau memang PPKM Mikro adalah pendekatan yang sama dengan Karantina Wilayah berskala Mikro, dia pun mempertanyakan indikatornya.

“Apa indikator penetapan wilayah-wilayah mikro yang akan dikarantina dan yang tidak? Bukankah dalam kondisi testing rate dan contact tracing kita sangat kecil,” ujarnya.

Berdasarkan data yang dia miliki, testing rate di Indonesia belum sampai 3 persen dari jumlah populasi yang ada. Menurutnya, ini menjadi seperti peta buta.

Tentu saja, kata dia, testing rate yang sangat kecil itu tidak bisa menjadi indikator penetapan wilayah mikro mana yang berisiko tinggi atau rendah penularan.

“Wilayah mikro yang berisiko rendah apa benar-benar tidak ada kasus? Itu bisa sangat menyesatkan. Bisa saja itu semu karena testing kita lemah,” katanya.

Rendahnya tingkat pengetesan Covid-19 di Indonesia, menurut Windhu, justru lebih tepat bila menjalankan karantina wilayah (PPKM) secara makro.

“Sedikitnya tingkat kota/kabupaten, atau tingkat propinsi, pulau, atau nasional. Karantina wilayah mikro bisa dilakukan kalau testingnya tinggi,” ujarnya.

Dia contohnya apa yang dilakukan di Hongkong. Pemerintahnya bisa melakukan lockdown tingkat mikro, yakni per blok, karena testing ratenya lebih dari 85 persen.

“Tapi kalau pengertian PPKM berskala mikro ini semacam Kampung Tangguh, lha kan ini katanya sudah dilakukan? Ya enggak apa-apa kalau ini dioptimalkan,” katanya.

Menurutnya, PPKM Skala Mikro yang lebih pada pendekatan Kampung Tangguh itu justru menunjukkan bahwa selama ini Kampung Tangguh belum optimal.

“Berarti ini sebuah pengakuan bahwa konsep “kampung tangguh” selama ini belum banyak diimplementasikan dengan benar. Hanya nama doang,” katanya.

Windhu Purnomo yang merupakan Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair menegaskan, seharusnya kita tidak hanya suka bermain istilah.

Penanganan Covid-19 harus tepat pada substansinya, sesuai dengan prinsip-prinsip pemutusan rantai penularan Covid-19 berdasarkan keilmuan.

“Harus sesuai dengan public health atau epidemiologi, yaitu betul-betul membatasi mobilitas dan interaksi warga,” ujarnya, Minggu (7/2/2021).

Bentuk ketegasan pembatasan kegiatan, kata dia, dengan benar-benar mengatur bahwa mobilitas hanya boleh untuk kepentingan yang sangat esensial.

“Itu pun harus 100 persen menerapkan protokol kesehatan,” katanya.(den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs