Sabtu, 23 November 2024

Emil Dardak: Santri Milenial Harus Mewarnai dan Membenahi Dunia Maya, dan Harus Akrab dengan Realita Digital

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
emil-elestianto-dardak Emil Dardak Wakil Gubernur Jatim saat menjadi narasumber talkshow Lazuardi di Radio Suara Surabaya, Kamis (20/5/2021) malam. Foto: Ilham suarasurabaya.net

Emil Elestianto Dardak Wakil Gubernur Jatim mengatakan, tidak seharusnya para Santri Milenial menjauhi dunia maya (dalam hal ini media sosial) karena menilai lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.

“Kami berharap, bukan berarti, dengan segala mudharat yang ada di dunia maya menyebabkan santri menjauhi itu. Bukan! Justru santri perlu mewarnai dan membenahi dunia maya kita. Itu yang penting,” ujarnya.

Menurut Emil, dunia maya saat ini sangat mempengaruhi dunia nyata. Realita yang ada di sekitar masyarakat dipengaruhi persepsi yang muncul di dunia maya. Pada sisi itulah, kata dia, kiprah para santri yang identik dengan akhlak dan karakter mulia sangat diperlukan.

“Terutama dalam membangun masyarakat yang berakhlak, masyarakat yang berintegritas. Para santri ini penting juga melakukannya di dunia maya. Jadi bukan hanya di dunia nyata,” ujar Mantan Bupati Trenggalek itu saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Jumat (22/10/2021).

Kalau kiprah-kiprah itu sudah dilakukan, menurutnya, istilah Santri Milenial tidak akan menjadi terminologi yang kosong, tetapi terminologi yang memang akan menjadi sesuatu yang produktif dan penuh dedikasi kepada masyarakat.

Produktif, kata Emil, tidak selalu diukur dengan uang. Contohnya dalam penanganan Covid-19, vaksinasi, dan sebagainya, sebenarnya peran santri sebagai eslemen masyarkat yang identik dengan akhlak dan karakter harus mewarnai peran di segala kegiatan atau inisiatif sosial yang ada.

“Semangat gotong royong, misalnya, yang katanya mulai pudar di tengah masyarakat, ini justru santri harus menjadi pelopor untuk menjaga nilai-nilai luhur tersebut. Jadi saya sempat sampaikan, kita yang memilih apa yang akan kita serap dan apa yang kita pertahankan dari budaya-budaya yang kita warisi dari para leluhur. Lalu sebaliknya, segala perkembangan zaman, seharusnya kita yang menentukan. Bukan teknologi yang menentukan, tapi kita yang memilih teknologi itu,” katanya.

Untuk lebih memperkuat kiprah para Santri Milenial, yang mana dia dekatkan terminologi itu sebagai para santri yang hidup di tengah perkembangan era digital, Pemprov Jatim menginisiasi program One Pesantren One Product (OPOP).

“Jadi ini bukan sekadar perkara bagaimana menggenerate revenue. Tetapi dalam kehidupan nyata, kegiatan ekonomi yang halal itu adalah ikhtiar yang mulia. Dan seyogyanya para santri ini selama menempuh pendidikan di pesantren mengenal sebaik mungkin dunia nyata. Seperti misalnya, dulu ketika masyarakat itu dominan agraris, ya mereka akan mengenal bagaimana bercocok tanam. Kalau sekarang, karena kita mulai masuk era digital, maka sebetulnya realita-realita digital ini harus mewarnai kehidupan mereka di dalam pesantren,” ujarnya.

OPOP itu intinya fokus. Dulu di era Pakde Karwo dan Gus Ipul, ada namanya SMK mini. Itu sarana pendidikan vokasi yang meningkatkan daya saing santri-santri di pesantren. Nah, kami kembangkan program itu menjadi pelatihan keterampilan yang mana mereka akan langsung mengaplikasikan keterampilan itu menghasilkan produk unggulan,” katanya.

Tidak hanya pelatihan pembuatan produk, para santri itu juga mendapatkan pelatihan manajemen, juga bagaimana memperkuat citra merek atau branding. Semua itu, kata dia, di dalam OPOP, harus dilakukan.

“Dengan demikian muncul produk yang benar-benar unggul. Nah, kemudian, santri yang sudah lulus dari pesantren itu dan sudah punya produk, mereka akan punya ikatan emosional untuk terus mendorong ekonomi yang berbasis pada pesantren,” kata Emil.(den)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs