Jumat, 22 November 2024

Direktur SIS: Pemasangan Plakat Cagar Budaya Itu Pemasungan

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Puing rumah tempat Radio Pemberontakan Bung Tomo berada. Rumah bersejarah ini kini rata dengan tanah. Dua orang tim Balai Pemeliharaan Cagar Budaya Trowulan sedang melakukan observasi, Kamis (5/5/2016). Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Freddy Istanto Direktur Sjarikat Poesaka Soerabaia (SIS) menilai pemasangan plakat bangunan cagar budaya adalah pemasungan.

“Karena kemudian tidak boleh ini, tidak boleh itu. Kalau mau merubah sedikit repot ke Pemkot. Imbal-imbalan. Keputusannya bisa A, A+ atau A-. Ini keluhan beberapa pemilik,” kata Freddy dalam program Kelana Kota di Radio Suara Surabaya, Sabtu (4/12/2021).

Dalam Perda Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pelestarian Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya, pasal 14 tentang Konservasi bangunan cagar budaya Golongan A (Preservasi), pada pasal a disebutkan bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.

Lalu pada pasal b juga tertulis apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak berdiri, dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali seperti semula sesuai dengan aslinya.

Freddy mengatakan, kondisi bangunan cagar budaya di Indonesia berbeda dengan negara-negara di Eropa. Di sana, pemilik yang bangunannya ditetapkan sebagai cagar budaya justru merasa bangga.

“Kondisi riil di Indonesia, terlebih di Surabaya tidak seperti itu. Bahkan kami sering ditelepon teman-teman yang bertanya bagaimana caranya agar plakat cagar budaya dicabut. Bahkan (bangunan cagar budaya)  tidak laku dijual dan tidak punya nilai komersial,” terangnya.

Menurutnya, kondisi ini terjadi karena hampir tidak ada apresiasi dari masyarakat dan pemerintah pada catatan sejarah kota, provinsi bahkan nasional.

“Miris,” ujarnya.

Dia menilai kehadiran Perda tahun 2005 saja tidak cukup untuk melindungi bangunan cagar budaya.

“Gereja Sinagog dibongkar sampai rata dengan tanah, Rumah Radio Bung Tomo sampai rata dengan tanah juga gak ada yang tahu tiba-tiba hancur. Kalisosok terlantar. Penjara Koblen tinggal pagernya aja,” keluhnya.

Upaya sosialisasi kepada pemilik bangunan cagar budaya juga perlu disosialisasikan, karena umumnya pemilik abai karena dia tidak tahu nilai-nilai yang ada dalam bangunan tersebut.

“Ada perhatian lah. Mereka jangan suruh dijaga tok, gak boleh ini itu tapi gak pernah dilibatkan dalam upaya-upaya,” urai Freddy.

Menurutnya yang dibutuhkan oleh pemilik cagar budaya adalah dukungan dari pemerintah.

“Kalau bangunan itu ekonomi, contohnya di sepanjang Jalan Tunjungan Surabaya. Ajak duduk bareng. Beri support bukan hanya pembebasan PBB tapi kemudian diajak kerja sama, diundang investor untuk jadi bagian di situ. Pemkot mesti turun,” pungkasnya.(dfn/ipg)

 

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs