Yuli Purnomo Ketua Dewan Pendidikan Surabaya menyoroti tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh wali murid untuk membayar seragam sekolah yang berkisar antara Rp1 juta sampai dengan Rp1,5 juta. Terlebih di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini.
Dia mengaku beberapa waktu belakangan menerima banyak laporan dari wali murid yang mengeluhkan nominal seragam sebesar Rp1 juta sampai dengan Rp1,5 juta itu.
Nominal tersebut diakuinya terlalu besar, terlebih bila dibebankan kepada keluarga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Kalau dibebankan langsung Rp1 juta – Rp1,5 juta berat untuk keluarga MBR, karena gak semua MBR bisa diterima di jalur afirmasi karena keterbatasan kuota,” kata Yuli dihubungi Suara Surabaya, Jumat (3/9/2021).
Dia menjelaskan, murid yang diterima lewat jalur afirmasi atau mitra warga dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), wajib dibantu pemerintah untuk mendapat kelengkapan sekolah karena pada dasarnya mereka adalah keluarga MBR. Ini juga sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Wali Kota Surabaya 49/2020, bahwa penerima hibah biaya pendidikan daerah harus membebaskan biaya pendidikan bagi MBR.
Menurutnya nominal itu juga cukup besar bagi wali murid, meskipun anaknya tidak lewat jalur afirmasi atau mitra warga karena pandemi yang memperberat situasi ekonomi.
“Nominal itu cukup besar. Masyarakat mau mengeluarkan uang seperti itu berat. Harus ada solusi apakah ada paket yang seragam isinya dua, ataukah batik itu dikurangi,” jelasnya.
Selama diberi kebebasan untuk membeli di mana saja dan sekalipun harus membeli di koperasi sekolah asalkan harganya terjangkau, dia yakin masyarakat akan mampu beli.
“Mestinya bisa disesuaikan biar sama-sama enak,” harapnya.
Dia turut menekankan jangan sampai murid yang diterima di sekolah kemudian patah semangatnya hanya karena tidak mampu membeli seragam.
Yuli juga menyoroti tentang sekolah yang menjual seragam kepada muridnya. Menurutnya sekolah tidak diperbolehkan menjual, apapun bentuknya apakah itu atas nama koperasi atau komite karena aturan yang melarang itu sudah jelas.
“Terkait seragam memang ada aturan sekolah tidak diperbolehkan untuk ikut cawe-cawe atau menjual, apapun pakai nama koperasi atau komite tidak diperbolehkan. Kalau atas nama koperasi, koperasi mana dulu, kalao ada sinergi dengan sekolah sama aja bohong,” pungkasnya.(dfn/ipg)