Lintu Tulistyantoro, Dosen Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra Surabaya berharap para desainer mode tidak membatasi selera batik generasi muda pada batik kontemporer yang simpel, eye cacthing, dan komposisi yang menarik.
“Jangan terlalu membatasi tentang anak muda yang ingin simpel. Sebab mereka ini yang memberikan energi kelestarian batik ke depan. Generasi muda harus dirangkul, diajak mengenal batik,” kata Lintu dalam program Wawasan Suara Surabaya pada Hari Batik Nasional, Sabtu (2/10/2021).
Menurut Lintu, pasar secara keseluruhan ingin batik klasik tetap dipertahankan. Batik klasik yang dimaksud adalah batik yang berorientasi pada konsep yang sudah baku.
“Batik klasik yang original tetap dipertahankan di saat sebagian desainer tetap mengadopsi keinginan anak muda. Kalau ini dilakukan bersamaan akan besar pengaruhnya,” kata Lintu.
Terkait krisis pembatik, terutama di kota, menurut Lintu, terjadi karena pekerjaan itu tidak menarik. Dinilai kotor dan imbalannya tidak sepadan. Pembatik seharusnya dipandang sebagai mitra, bukan pegawai. Mereka perlu dihargai.
Alasan lain semakin sedikit generasi muda yang mau jadi pembatik, menurut Lintu, karena banyak perusahaan batik itu di ruang tertutup. “Anak-anak muda itu perlu sosialisasi dan tidak mungkin mengungkung anak muda seharian di rumah. Kalau kita membatik buat tempat yang nyaman dan bisa kontak langsung dengan pembeli,” ujarnya.
Lintu berharap para pengusaha batik harus mengembalikan kebanggaan sebagai pembatik dan pengusaha batik agar mendorong lebih banyak orang untuk terjun ke dunia batik.(iss/ipg)