Jumat, 22 November 2024

Dapur SS, Jangan Cuma di Belakang Meja

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan

Dalam sebuah perusahaan, diperlukan seseorang yang terus mengasah kemampuan untuk berkembang. Mereka yang tidak terpaku pada bidang keahliannya saja atau bekerja hanya di ‘belakang meja’. Itulah yang dikatakan Rommy Febriansyah atau akrab dipanggil Rommy, Direktur Keuangan Suara Surabaya Media.

Dalam Podcast SS Season 3 Episode 4 beberapa waktu yang lalu, ia menceritakan pengalamannya selama 20 tahun bekerja di Suara Surabaya Media.

Ia mengingat, bagaimana saat-saat pertama kali diwawancara oleh Wahyu Widodo atau akrab dipanggil Doddy, Diretur Usaha Suara Surabaya Media pada 2001 lalu. Melamar sebagai staf keuangan, Rommy mengingat bagaimana ia diminta untuk bekerja tidak hanya di ‘belakang meja’.

“Saat (saya) interview, Mas Doddy maunya accounting yang ngga cuma di belakang meja. Lalu saya mikir, apa maksudnya,” kata Rommy.

Apalagi, saat itu Radio Suara Surabaya sedang melakukan banyak perbaikan sistem dalam siaran dan manajemen. Begitu juga dalam manajemen keuangan. Ia sempat bingung, bagaimana seorang staf keuangan juga diminta untuk mempelajari bidang-bidang lain di Suara Surabaya.

Namun saat masuk SS, Rommy menjelaskan bahwa hubungan hierarkis di SS sangat cair. Hal itu menjadi peluangnya untuk belajar banyak hal di Suara Surabaya.

“Menurut saya di radio ini asyik, di SS bisa ketemu semua orang, Pak Toyo (Soetojo Soekomihardjo, pendiri Suara Surabaya) Direktur Utama, Pak Errol Direktur Operasional (saat itu), semua bisa diakses. Semua membuat saya bersyukur dan merdeka,” tambahnya.

Dari sana, ia juga belajar pentingnya profesionalitas yang harus diemban oleh setiap karyawan. Memahami tanggung jawab namun tetap bermanfaat bagi orang lain itulah yang ia maksud agar karyawan tidak hanya bekerja di ‘belakang meja’.

“Kita profesional, nggak mungkin ketika Rommy pulang, Rommy sudah bukan orang SS. Wartawan juga, mereka pulang, lalu kebakaran, terus bilang ‘saya sedang di rumah, besok baru kerja’ kan nggak gitu. Di SS nggak boleh di belakang meja seperti ini,” kata Rommy.

Almarhum Soetojo, lanjut Rommy sempat berpesan, bahkan seluruh karyawan harus terus tumbuh. Bahkan beliau menyilakan jika karyawan memiliki peluang yang lebih baik di tempat lain.

“Didikan almarhum itu, kita dididik untuk punya peran, manfaat dan terus tumbuh. Iya kalau SS ada terus? mungkin di luar ada peluang lebih bagus, nggak papa. Kalau jaketmu kekecilan di SS, kamu harus maju di luar. Justru kita khawatir kalau teman-teman puas dengan apa yang mereka tahu sekarang, mereka tidak akan mendapat apa-apa,” lanjutnya.

Tuntutan untuk terus berkembang itu juga nampak dari posisi front liner/receptionist yang masa kontraknya tidak lebih dari dua tahun. Setelah dua tahun, karyawan front liner diminta untuk bergeser ke divisi lain.

Menurut Rommy, pendiri SS mengingatkan untuk menjadi pemimpin memiliki dua tugas utama, yakni mencerdaskan dan mensejahterakan. Sejahtera tidak melulu soal uang, tapi juga bermanfaat bagi banyak orang.

Front liner kita selalu (bergelar) sarjana karena agar wawasan lebih baik, ngobrol sama tamu lebih enak. Tapi batas kontrak hanya 2 tahun. Tapi saya pantau, tiap 6 bulan saya panggil, sudah belajar apa? Beberapa teman-teman Marketing, Support kita dari resepsionis. Teman-teman security juga ada yang menjadi staf,” ujarnya.

Menurutnya, memiliki jiwa leadership tidak harus menunggu sampai menjadi pemimpin. Rommy mengatakan, yang memiliki jiwa kepemimpinan adalah mereka yang bisa mencerdaskan lingkungan di sekitarnya.

“Ini terdengar kejam, tapi saya diwanti-wanti benar, jangan sampai kamu biarkan temanmu tenggelam dalam kebodohannya, karena itu bisa jadi dosa,” imbuh Rommy.(tin/bid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs