Data dari World Health Organization (WHO) mencatat ada peningkatan kasus kanker payudara dari 58.000 menjadi 65.858 kasus di seluruh dunia pada tahun 2020. Menurut Aryanthi Baramuli Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC), selama ini data-data yang mereka dapatkan terkait kasus kanker payudara hanya berasal dari rumah sakit yang memiliki pelayanan kanker.
Sedangkan rumah sakit dengan pelayanan untuk kanker secara umum dan terbanyak hanya tersebar di Jawa, sehingga penambahan angka pasien kanker ataupun bergejala masih mungkin terjadi seiring fakta kurangnya data terutama dari wilayah-wilayah Indonesia Timur.
“Umumnya data hanya kami dapat di kota besar khususnya di Jawa, ini menjadi pekerjaan rumah kami untuk memberikan edukasi ke Indonesia Timur, yang menjadi kendala juga karena infrastruktur di sana juga,” kata Aryanthi saat mengudara bersama Radio Suara Surabaya pada Rabu (13/10/2021).
Dia juga menjelaskan, berdasarkan data peningkatan kasus yang dilaporkan WHO tersebut, sudah menjadi tugas timnya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Indonesia terutama ke berbagai wilayah yang belum terjangkau.
“Ini menjadi tantangan kita semua untuk lebih masif dalam memberikan edukasi pencegahan dan ciri-cirinya, meskipun saat ini sudah ada BPJS kesehatan sebagai jaminan kesehatannya,” jelas Aryanthi.
Saat merespon adanya momentum No Bra Day yang jatuh hari ini 13 Oktober, Aryanthi memilih sikap untuk lebih berkonsentrasi pada pencegahan kanker payudara.
“Organisasi kami berkonsentrasi dengan kanker payudara dan masih banyak hal yang lebih penting, jadi yang ingin memperingati silakan dan yang tidak kita konsentrasi saja sama pencegahan kanker payudara,” jelas Aryannthi
Ketua Umum CISC itu juga menyebutkan usia yang rentan terkena kanker payudara di Indonesia paling banyak di usia 40-45 tahun.
Aryanthi mengingatkan kepada generasi muda untuk mewaspadai gejala-gejala kanker payudara. Ia mengatakan meskipun menemukan benjolan sebesar biji beras pun agar segera memeriksakan ke dokter.
Selain itu untuk pencegahan lebih lanjut Aryanthi memberikan beberapa tips seperti jangan malas bergerak atau olahraga, hati-hati terhadap makanan, dan kurangi makan atau jajanan dari luar, jangan terlalu paranoid (takut dan kecemasan berlebihan), mencari informasi dan jangan malu untuk bertanya jika ada gejala awal.
“Keterbukaan akses informasi saat ini juga sebenarnya memudahkan generasi saat ini untuk mengakses soal informasi tentang kanker dan obat-obatan untuk mencegahnya,” ujar Aryanthi.
Selain memberikan tips pencegahan Aryanthi juga menyoroti hadirnya negara dalam membantu warganya melawan kanker, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa biaya pengobatan kanker terlampau sangat mahal.
“Kami mengapresiasi upaya Pemerintah melalui fasilitas BPJS kesehatan, namun kita berharap untuk adanya evaluasi dan peningkatan pelayanan, karena ada penelitian sebanyak 75 persen orang setelah terkena kangker akan mengalami kebangkrutan, jadi negara harus hadir dengan kondisi seperti ini,” imbuhnya.(wld/dfn/rst)