Tanggal 24 bulan terakhir di penanggalan Tionghoa, atau sepekan sebelum Tahun Baru Imlek, dipercaya umat Khonghucu sebagai waktu bagi dewa suci naik ke langit membawa laporan catatan umat selama setahun.
Selain waktu yang tepat bagi umat melaksanakan sembahyang titip doa agar kehidupan setahun ke depan lebih baik, mereka juga melaksanakan ritual ruwatan untuk membuang ketidakmujuran di tahun kemarin. Mereka menyebutnya Ci Suak. Ritual ini dilaksanakan dengan melarung potongan kuku dan rambut dari masing-masing umat yang mau diruwat buang sial.
“Umat juga menyiapkan gulungan benang yang panjangnya sesuai bentangan tangan yang mau diruwat” ujar Liem Tiong Yang, pemimpin upacara Ci Suak dari Klenteng Boen Bio Kapasan pada Jumat siang (5/2/2021).
Kuku dan rambut menyimbolkan bagian tubuh yang sering tertempel kotoran dan perlu dibersihkan, sementara warna benang menyesuaikan unsur tahun kelahiran masing-masing umat. Ketiga benda tersebut lalu dibungkus dalam kim cua atau kertas sembahyang yang dilipat menyerupai bentuk penyu atau ikan.
Liem menjelaskan, biasanya malam hari sebelum Ci Suak, umat melaksanakan sembahyang bersama di Klenteng Boen Bio, sambil membawa ketiga benda yang akan di larung.
Namun karena pandemi, tahun ini umat sembahyang sendiri dan cukup menitipkan potongan kuku, rambut dan benang ke pengurus klenteng untuk dilarung bersama pada saat Ci Suak. Kondisi ini tak menghalangi kekhusukan doa umat untuk hal-hal baik di tahun depan.
“Semoga keburukan tahun ini ikut ternetralisir oleh laut yang tak berujung.” harap Liem.(ton/iss)
1. Sebelum menuju laut, Liem memimpin sembahyang sebagai bentuk izin kepada penguasa laut
2. Abu kim cua yang dibakar menghantarkan doa-doa umat menuju langit
3. Sesampai di tengah laut, doa-doa juga dipanjatkan sebelum larung dilaksanakan
5. Kotoran yang menempel pada kuku dan rambut serta gulungan benang yang sudah dibungkus jadi satu di kertas kim cua lalu di larung di tengah laut yang tak bertepi