Hasto Wardoyo Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menegaskan pencegahan stunting harus dilakukan dari hulu atau sejak perencanaan keluarga.
“Yang perlu kita sadari bersama bahwa ternyata dari lahir sudah membawa stunting, setelah di dunia kehidupannya membuat stunting. Ini yang kemudian harus kita cegah dari hulu,” kata Hasto, Selasa (9/3/2021).
Hasto menyoroti bagaimana menurut data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) 2018 memperlihatkan terdapat 22,6 persen bayi lahir dengan panjang kurang dari ukuran standar sekitar 48-52 cm.
Fakta itu ditambah menurut data tersebut sekitar 37 persen anak berusia 23 bulan atau mendekati 1.000 hari, rentang penting untuk melakukan intervensi stunting, memiliki tinggi badan tidak sesuai dengan usia.
Artinya, tegas Hasto, banyak bayi yang lahir sudah memiliki ukuran di bawah standar mengingat tinggi badan merupakan salah satu indikator stunting. Namun, malah terjadi peningkatan anak dengan tinggi tidak sesuai standar usia dalam rentang 1.000 hari yang merupakan masa sangat penting untuk mencegah stunting.
Karena itu, perlu dilakukan intervensi untuk menekan angka stunting tidak hanya dari masa kandungan tapi juga ketika persiapan kehamilan dalam bentuk perencanaan keluarga.
Selain itu dia menyoroti tingkat bayi lahir prematur, yang menurut data Riskesdas 2018 terdapat lebih dari 20 persen lahir sebelum waktunya.
Hal itu penting karena lahir modal untuk stunting.
BKKBN sendiri sudah menerima mandat dari presiden untuk menjadi pelaksana percepatan penurunan stunting nasional.
Untuk mencapai hal itu Hasto menegaskan bahwa tidak hanya akan menyoroti dalam permasalahan mencukupi nutrisi anak-anak Indonesia, tapi juga perlu persiapan bahkan sebelum bayi lahir. Persiapan dilakukan kepada pria dan wanita yang akan menikah.
“BKKBN ingin memulai dari sebelum menikah di mana perempuan yang mau menikah tiga bulan sebelumnya akan kita sarankan, kita screening untuk diperiksa,” tegasnya.(ant/dfn/ipg)