Ersa Lanang Sanjaya, Psikolog Universitas Ciputra mengatakan, salah satu hal yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah dampak buruk konten seksual di internet pada anak adalah dengan memberikan pendidikan seksual.
“Selama ini masih tabu membicarakan pendidikan seksual dengan anak karena asumsi kita seksual hanya hubungan suami istri. Padahal ada aspek psikologis sosial. Kita bicara laki-laki seperti apa, perempuan seperti apa. Harus sedini mungkin kita membangun komunikasi tentang seksual, jadi saat remaja mereka sudah bisa menerima,” ujarnya kepada Radio Suara Surabaya, Rabu (1/12/2021).
Ersa menjelaskan, pendidikan seksual sudah bisa diberikan sejak anak berusia tiga sampai empat tahun dengan konteks yang disesuaikan. Pendidikan seksual harus disampaikan dalam sudut pandang kesehatan atau holistik. Termasuk norma-norma hubungan seksual.
Berdasarkan survei dalam skala kecil yang dilakukan Ersa, diketahui jika anak SMP dan SMA memiliki rasa penasaran terkait hal seksual dan pencarian tertinggi dilakukan di internet. Kedua, dari teman.
Menurut dia, media sosial ini jadi concern yang serius. Harus ada upaya preventif, kuratif, dan kontrol mengingat pornografi adalah hal yang mustahil dihilangkan. Sebab, pornografi adalah prostitusi yang divisualkan. Sementara prostitusi sendiri adalah salah satu bisnis tertua yang keuntungannya besar sekali. Pasti ada pemasarannya karena ini bisnis dan pornografi berevolusi sesuai perkembangan teknologi.
Orang tua harus concern dengan kebutuhan seksual dan kematangan emosi anak sejak dini. Lembaga agama dan sekolah juga harus ikut serta dalam upaya preventif, meski tetap lebih baik kalau dari internal atau keluarga inti. “Kuncinya orang tua dengan anak harus punya ikatan yang baik sehingga terjalin komunikasi yang baik,” kata dia.(iss/ipg)