Achmad Fauzi Bupati Sumenep membeberkan kiat-kiat yang dilakukan pihaknya untuk menyiasati keterbatasan proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi Covid-19. Pihaknya memastikan bagaimana di tengah keterbatasan,siswa tetap mendapatkan ilmu dari sang guru meski pembelajaran tatap muka tak bisa dilakukan.
Di awal pandemi, tercetus ide bahwa guru harus melakukan ‘jemput bola.’
“Kita mencoba dengan konsep, guru kunjung ke siswa. Jadi siswa itu dikumpulkan di beberapa tempat, guru berkunjung ke sana. Maka proses belajar mengajar tetap berjalan. Tentu dengan protokol kesehatan yang ketat. Karena kita tahu pandemi saat itu mencekam,” kata Fauzi.
Hal itu disampaikannya dalam acara Live Talkshow Dalam Rangka Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021 yang diselenggarakan DPP PDIP, Rabu (5/5/2021).
Konsep kemudian berganti karena benar-benar sekolah ditutup mengikuti aturan yang dikeluarkan oleh SKB 3 Menteri. Maka cara lain ialah pola belajar dengan murid datang ke sekolah hanya mengambil materi pelajaran, dan tugasnya dikerjakan di rumah.
“Siswa kunjung ke sekolah hanya mengambil materi dan tugas. Jadi masuk mengambil materi dan tugas, mereka lalu kembali ke rumah,” kata dia.
Wilayah Sumenep terdiri dari daratan dan sejumlah pulau. Saat di awal pandemi, pihaknya meyakini ada wilayah pulau yang belum terkontaminasi. Sehingga metode demikian bisa dilaksanakan.
Namun berbeda dengan di daratan, Fauzi mengatakan pihaknya perlu kepiawaian mengelola masyarakat agar cepat beradaptasi dengan aturan baru selama pandemi.
Di daratan, lanjutnya, proses pembelajaran jarak jarak jauh secara penuh dilakukan oleh sekolah. Karena benar – benar harus mengantisipasi penularan virus.
“Guru hanya datang ke beberapa tempat, kemudian siswa mengambil tugas. Ada juga karena di kepulauan masuk zona hijau, maka kegiatan belajar tatap muka tetap berlangsung tapi dengan syarat. Yang tadinya datang murid, itu diubah. Ada proses belajar mengajar, tapi jam masuknya pagi. Jadi tidak ada jam istirahat. Kalau misal waktu belajar 1 jam, diubah jadi 30 menit. Jadi jam 11 pulang. Itu khusus kepulauan. Tidak ada jam istirahat, istirahatnya makan siangnya di kelas. Mereka bawa bekal makan, tidak boleh jajan luar,” jelas Fauzi.
Lanjut Fauzi, yang menjadi persoalan lagi adalah soal belum siapnya infrastruktur jaringan telekomunikasi di Sumenep. Beberapa orang tua murid bahkan tidak memiliki telepon seluler berbasis android untuk memudahkan pengiriman materi atau hasil tugas secara daring.
“Dan beberapa keluarga tidak dekat atau sering mengutak-atik ponsel pintar dalam kegiatan sehari – hari. Maka secara otomatis kemampuan teknologinya pada saat ini kurang bisa. Karena sebelum pandemi juga dibatasi oleh orang tua bermain HP,” ujarnya.
“Juga persoalan jaringan. Salah satu persoalan yang bermasalah dari dulu. Sebelum pandemi pun memang sudah jadi masalah,” pungkas Fauzi.(faz/tin/ipg)