Nadiem Makariem Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) mengaku kerap diceritakan oleh kakeknya tentang sosok Proklamator RI Bung Karno.
Nadiem mengenang, cerita kakeknya itu mulai dari cerita peran Bung Karno saat konferensi Asia Afrika, Proklamasi Kemerdekaan dan momen-momen penting lainnya.
“Semua cerita-cerita tersebut itu yang benar-benar masuk dan mendarah daging di orang tua saya, itu secara tidak langsung akhirnya juga mengena di saya dan itu juga yang menjadi landasan dari berbagai macam keputusan saya di dalam hidup ini,” kata Nadiem saat menjadi pengulas dalam acara ‘Sarasehan Nasional Indonesia Muda Membaca: Bung Karno’ yang digelar Megawati Institute, secara virtual, Selasa (29/6/2021).
Kata Nadiem, saat menjadi social enterpreneurship dan Mendikbud ada satu pemikiran Bung Karno yang membuatnya terinspirasi.
“Saya sangat tertarik dengan filsafat marhaenisme, mengenai rakyat kecil dan potensi rakyat kecil pada saat kita memerdekakan mereka. Di generasi saya, alat instrumen kemerdekaan itu berbeda, bukan revolusi bukan melalui merdeka secara fisik, tetapi kemerdekaan dari ekonomi, kemerdekaan dari keterbatasan,” ujar Nadiem.
“Saya setiap hari sebelum memulai Gojek (Start-up) itu setiap kali mengambil ojek saya berbincang-bincang dengan ojek dan nongkrong di pangkalan ojek setiap hari baru dengan diskusi itulah saya menemukan, dekat dengan rakyat baru kita menyadari potensi rakyat itu seperti apa,” imbuhnya.
Sejumlah kebijakan Nadiem yaitu ‘merdeka belajar’ ternyata terinspirasi dari Ki Hajar Dewantara dan Bung Karno. Menurut Nadiem, hal itu adalah filsafat para pendiri bangsa yaitu kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan atas jajahan mental.
“Makanya kita menyebut tujuan dari transformasi pendidikan kita adalah profil pelajar Pancasila,” papar Nadiem.
Dibeberkan Nadiem, ia menetapkan ada enam profil pelajar pancasila, antara lain beriman bertaqwa kepada Tuhan YME, kebhinekaan global, mandiri, kreatif, nalar kritis dan gotong royong.
“Ini mungkin luar biasa pemikiran jauhnya Bung Karno pada saat itu konsep: gotong royong, apa kemampuan atau kompetensi yang terpenting di 200 persen chance (peluang) itu adalah peluang berkolaborasi, kemampuan bekerja secara tim. Jadi, salah satu profil pelajar Pancasila terpenting gotong rotong. Kemampuan berkolaborasi dan bekerja dalam tim, itulah yang akan menjadi defenisi knowledge economy,” tandas Nadiem.(faz/dfn/ipg)