Polda Jatim meminta masyarakat tetap waspada terhadap berbagai modus penipuan online yang marak terjadi. Bagi masyarakat yang sudah pernah menjadi korban, mereka dapat membawa bukti berupa dokumen atau bukti transfer, aplikasi, atau informasi lain ke Polda Jatim atau ke Polres daerah masing-masing.
“Dokumen itu bisa dalam bukti transfer, nomor handphone, bawa handphonenya ke Polres masing-masing atau ke Polda,” kata AKBP Wildan Alberd Kasubdit Siber Ditsreskrimsus Polda Jatim kepada Radio Suara Surabaya, Rabu (18/8/2021).
Meski begitu, ia mengakui bahwa pelaku penipuan biasanya menggunakan nomor sekali pakai yang bisa membuat polisi kesulitan untuk melacak keberadaan pelaku.
Untuk itu, ia meminta masyarakat juga turut berhati-hati. Apalagi terhadap penawaran barang/jasa dengan harga yang jauh lebih murah yang informasinya tidak jelas. Masyarakat harus aktif mengecek akun media sosial, nomor yang dapat dihubungi untuk dikonfirmasi hingga mengecek kolom komentar dalam media sosial tersebut.
“Misal harganya sangat murah, kalau investasi keuntungan yang ditawarkan tidak masuk akal, dan kalau untuk penjualan lihat komennya. Komennya bagus enggak. Kalau tidak ada komen di sana berarti akunnya fake (palsu), baru dibuat,” paparnya.
Di sisi lain, Dr. R. Ardi MPsych Dosen Cyber Psikologi Unair menjelaskan, para pelaku penipuan online biasanya memanfaatkan psikologis korban yang rentan dengan bantuan teknologi. Ketika penipuan di ranah siber terjadi, pelaku memanfaatkan imajinasi seseorang secara psikologis.
Pria lulusan Ural Federal University Rusia itu menegaskan, karena pada dasarnya setiap manusia memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan secara cepat dan pelaku memanfaatkan celah tersebut.
“Tidak ada satu orang pun yang tidak ingin memenuhi kebutuhan dengan cepat. Mereka yang menganggap reward yang diperoleh secara cepat daripada investasi pemikiran dalam jangka waktu lebih panjang secara teori dinamakan hyperbolic discounting,” jelasnya.
Untuk itu, lanjutnya, masyarakat harus membekali diri dengan literasi digital yang baik. Bahkan menurutnya, literasi digital saat ini perlu diberikan sejak anak usia dini.
“Kurikulum literasi digital ini penting seperti pada anak-anak yang sudah fasih dengan digital,” tambahnya.
Sekadar diketahui, sejumlah pendengar Radio Suara Surabaya, Rabu (18/8/2021) melaporkan berbagai penipuan online yang marak terjadi. Modus yang dipakai pelaku pun beragam, ada yang menggunakan modus limit kartu kredit yang habis, penjualan tas branded, hingga barang elektronik yang dijual dengan harga yang jauh lebih murah.
“Istri saya barusan ditelepon orang ngaku orang bank menawarkan kenaikan limit, dimintai nomor kartu kredit dan angka di belakang. Kemudian muncul SMS dari bank kalau kartu kredit saya sudah dipakai transaksi Tokopedia Rp11 juta,” cerita EE (48) warga Sidoarjo.
Modus penipuan tentang tentang jual beli barang elektronik juga sempat dialami oleh NZ (52) warga Gunung Anyar, Surabaya.
“Ada instagram Degade Pusat, kayak Pegadaian. Kemarin saya kepincut barang laptop Rp6 juta. Tapi karena lelang dihargai Rp2 juta. Jadi saya percaya, pakai biaya Rp225 ribu. Sudah transfer, terus minta uang lagi Rp4 juta. Baru disitu sadar. Saya bilang ‘anda penipu’ sama dia langsung ditutup,” cerita NZ.
Modus penipuan berbeda juga dialami HS (71) warga Buduran, Sidoarjo. Ia mengaku, pernah menerima telepon dari tentara Amerika yang sedang berada di Afghanistan dengan berbahasa asing.
“Telepon pakai bahasa Inggris, mengaku pejabat militer Amerika di Afghanistan. Setelah itu lewat Whatsapp minta bantuan transfer dana dolar. Terus saya dihubungi bea cukai. Saya sempat percaya,” kata HS (71) warga Buduran, Sidoarjo.(tin/ipg)