Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Senin (10/5/2021), menetapkan Novi Rahman Hidayat Bupati Nganjuk, M.Izza Muhtadin ajudan bupati serta sejumlah camat sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
Brigjen Pol Djoko Poerwanto Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri mengungkapkan, para tersangka terindikasi melakukan praktik suap, terkait pengurusan promosi/mutasi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
Menurut Djoko, para camat yang menjadi tersangka memberikan sejumlah uang untuk menempati jabatan tertentu, lewat perantara ajudan Bupati Nganjuk.
Kemudian, uang diberikan kepada Novi Rahman Hidayat yang punya kewenangan menentukan posisi pejabat bawahannya.
“Modus operandi, para camat memberikan sejumlah uang kepada Bupati Nganjuk melalui ajudan bupati terkait mutasi dan promosi jabatan mereka dan pengisian jabatan tingkat kecamatan di jajaran Kabupaten Nganjuk,” ujarnya dalam keterangan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan.
Sementara itu, Komjen Pol Agus Andrianto Kabareskrim Polri menyebut nominal uang yang disetor tiap camat mulai dari Rp10 juta sampai Rp150 juta.
“Dari informasi penyidik, untuk di level perangkat desa antara Rp10 sampai Rp15 juta. Kemudian untuk jabatan di atas itu sementara yang kami dapat informasi Rp150 juta. Ini masih awal,” katanya.
Kabareskrim menambahkan, dari operasi penindakan hukum bersama KPK, Minggu (9/5/2021), pihaknya menemukan barang bukti berupa uang tunai Rp647 juta dari brankas pribadi Bupati Nganjuk, delapan unit ponsel, dan sebuah buku tabungan.
Selain Bupati Nganjuk, Bareskrim Polri juga menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka pemberi suap, antara lain Dupriono Camat Pace, Edie Srijato Camat Tanjunganom serta Plt. Camat Sukomoro, dan Haryanto Camat Berbek.
Kemudian, Bambang Subagio Camat Loceret, Tri Basuki Widodo mantan Camat Sukomoro juga sebagai tersangka penyuap, dan M. Izza Muhtadin ajudan Bupati Nganjuk sebagai perantara suap.
Atas perbuatan yang disangkakan, Novi Rahman Hidayat Bupati Nganjuk terancam jerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, sejumlah tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, atau Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor.
Sekadar informasi, kasus dugaan suap itu terungkap sesudah ada laporan masyarakat kepada KPK dan Bareksrim Polri, sekitar Maret 2021.
Lalu, KPK dan Bareskrim Polri berkoordinasi melakukan pengusutan, dan bersama-sama melakukan penindakan di lapangan.
Dengan pertimbangan efektivitas dan percepatan, perkara ditangani Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri. Sedangkan KPK akan melakukan supervisi sesuai kewenangannya.(rid/iss)