Jumat, 22 November 2024

Ajakan Tolak Fotokopi e-KTP, Minimal Kumpulkan dengan Watermark

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Foto viral fotokopi Kartu Keluarga yang dijadikan bungkus makanan. Foto: Twitter/@faizaufi

Topik mengenai kebocoran data terus meningkat dan selalu ramai dibicarakan warganet di media sosial, seiring dengan viralnya foto yang berisi fotokopi Kartu Keluarga yang dijadikan bungkus makanan beberapa waktu lalu.

Foto itu diunggah oleh akun Twitter Muhammad al-Kenzo, @faizaufi pada 9 Mei 2021 dan telah mendapatkan 18 ribu lebih retweet dan 55,5 ribu like.

Tak hanya fotokopi Kartu Keluarga, sebelumnya juga sempat viral seorang netter di Twitter dengan akun @catuaries, yang bercerita soal e-KTP miliknya yang tak pernah diminta tap layaknya e-money. Dia mengaku selama ini ia selalu dimintai fotokopi e-KTP-nya.

Sistem administrasi yang masih menggunakan fotokopi e-KTP serta isu kebocoran data yang terus meningkat, membuat masyarakat mempertanyakan keamanan data mereka. Tak pelak, ajakan untuk menolak menyerahkan fotokopi e-KTP terus bertambah, seperti yang disampaikan oleh Ismail Fahmi pendiri Drone Emprit.

“Yuk suarakan, bahwa ini data kita pribadi. Mulai protes. Mulai kasih usulan. Mahasiswa misalnya di kepolisian, usul ke pak polisi ‘Pak bisa nggak sih kita nggak terus-terusan fotokopi KTP, ini data pribadi’,” tegas Ismail dalam Live Instagram KelaSS Pintar Suara Surabaya dengan tema “Keamanan Kendor, Data Bocor” Rabu (15/9/2021).

Perhatian masyarakat mengenai isu kebocoran data, lanjutnya, juga harus sejajar dengan kesadaran melindungi data pribadinya. Salah satunya dengan bernai menolak fotokopi e-KTP dan mempertanyakan jaminan data dari fotokopi e-KTP yang ia serahkan.

“Makanya harus dibangun kesadaran itu. Masyarakat harus protes. ‘Ini data saya, saya nggak mau kasih’. Kalau misalnya Pak RT datang minta fotokopi KTP, tanya ‘buat apa?’,” tegasnya.

Ia menyadari, dalam pengurusan administrasi mulai dari SIM, STNK, vaksinasi dan urusan lainnya banyak yang masih menggunakan fotokopi e-KTP. Ia juga menilai kesadaran pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga pengurus RT/RW masih sangat lemah, karena hal tersebut sudah menjadi kebiasaan.

“Kesadaran. Kita harus menerus melakukan edukasi bahwa KTP mengandung data pribadi yang harus dijaga, yang haram hukumnya fotokopi itu menyebar,” kata Ismail menambahkan.

Meski begitu, Ismail memahami tidak semua masyarakat bisa menghindari syarat fotokopi e-KTP yang diwajibkan dalam pengurusan administrasi.

Untuk meminimalisir penyalahgunaan data pribadi, ia memberikan alternatif dengan memberikan watermark kepada fotokopi e-KTP maupun foto KTP yang diunggah. Penulisan watermark dapat berupa keterangan tentang keperluan apa fotokopi tersebut diberikan.

“Kita bisa mengurangi penyebarannya dengan kasih watermark. Misal di rumah sakit, butuh fotokopi KTP untuk keperluan BPJS, tulis saja ‘Untuk BPJS’ tanggal sekian. Jadi data kita tidak disalahgunakan seperti untuk penggalangan suara untuk politik,” imbuhnya.

Gerakan untuk memberikan watermark foto e-KTP ini juga pernah disampaikan oleh Kementerian dalam unggahan di Twitter beberapa waktu yang lalu.

Namun ia menyadari, gerakan sosial saja tidak cukup untuk melindungi data pribadi. Ismail menekankan pentingnya regulasi yang tegas dan mendesak Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera disahkan.

Menurutnya, dalam RUU PDP seharusnya membahas tiga pihak, yakni pemilik data, controller/regulator (pemerintah) dan processor (pengolah data). Maka saat terjadi kebocoran data yang merugikan masyarakat, bentuk tanggung jawabnya bisa diketahui secara jelas.

“Misal, Jerman (regulator) menetapkan data ini tidak boleh diolah untuk A. Lalu Google (processor) melanggarnya, maka Google yang didenda. Seperti Tokopedia, Bukalapak, mereka yang salah mengolah data seharusnya bertanggung jawab atas penyimpanan data (user saat terjadi kebocoran),” ungkapnya.

Selain itu, pentingnya peran lembaga pemerintah untuk meningkat kesadaran perlunya melindungi data pribadi. Menurut Ismail, Kemkominfo harus berani menegus dan menindak tegas bagi lembaga pemerintahan yang masih menggunakan fotokopi e-KTP sebagai syarat administrasi.

“Harusnya jangan dikumpulkan, tapi harus dikembalikan lagi. Fotokopi KTP dikumpulkan saat vaksinasi sudah sangat tidak benar. Kita harus melakukan banyak protes. Masyarakat harus diedukasi terus menerus untuk (berani) menolak,” tegasnya.(tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs