Sejak vaksinasi dilakukan pada awal tahun 2021 lalu, hingga Senin (21/6/2021) Komisi Daerah (Komda) Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (KIPI) Jawa Timur telah melaporkan 69 kasus KIPI serius kepada Komnas KIPI.
Dr dr Gatot Soegiarto Tenaga Ahli Komda KIPI Jatim mengatakan, sebagian besar kasus KIPI serius yang dilaporkan adalah coinsident, yakni efek yang terjadi karena kebetulan atau tidak ada kaitannya dengan produk vaksin.
Terbanyak kedua adalah kasus KIPI karena immunization stress-related responses (ISRR), yakni efek yang muncul akibat seseorang merasa cemas berlebih saat proses vaksinasi.
“Ada 69 kasus KIPI serius yang sudah kita laporkan ke Komnas KIPI. Sebanyak 69 kasus ini sebagian besar termasuk kelompok yang tidak ada kaitannya dengan vaksin atau penyuntikan atau coinsidental. Terbanyak kedua karena immunization stress-related responses seperti yang kejang-kejang, muntah, menurunnya kesadaran karena cemas berlebih,” katanya dr. Gatot kepada Radio Suara Surabaya, Senin pagi.
Ia menjelaskan, efek vaksinasi terbagi menjadi dua yakni efek simpang dan KIPI. Efek simpang adalah efek yang yang muncul pasca-vaksinasi terkait vaksin itu sendiri.
“Misal nyeri lokal di tempat bekas suntikan, demam, nyeri kepala, lelah, ngantuk, nyeri otot. Efek simpang itu sudah pasti ada kaitannya (dengan vaksin) karena efek akibat vaksinasi. Itu pada umumnya tidak ada satu pun yang dilaporkan efek samping serius,” katanya,
Sedangkan dalam kasus KIPI, ada lima jenis KIPI yang dapat muncul setelah vaksinasi.
Pertama, kasus KIPI yang muncul karena produk vaksin yang memang menyebabkan efek itu muncul.
Contohnya dalam kasus pembengkakan di tempat bekas suntikan, itu dikarenakan produk vaksinnya yang menyebabkan pembengkakan karena dipicu respon auto imun tubuh.
Kedua, yakni dikarenakan cacat kualitas produk vaksin. Pada beberapa yang lalu, pemerintah sempat menarik vaksin Covid-19 jenis astraZeneca Batch CTMAV547 setelah adanya tiga orang meninggal pascavaksinasi.
Dalam penarikan itu, vaksin astraZeneca Batch CTMAV547 diteliti apakah kasus meninggalnya tiga orang pascavaksinasi disebabkan vaksin. Meski ternyata, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan Vaksin Covid-19 AstraZeneca batch CTMAV547 aman untuk disuntikkan kepada masyarakat.
“Kayak kemarin itu kan memastikan cacat produk apa nggak, dan ternyata enggak,” ujarnya.
Ketiga, yakni akibat kesalahan produk vaksin seperti proses penyimpanan yang salah atau kesalahan penyuntikan.
Keempat adalah immunization stress-related responses (ISRR).
“Kejadian tidak lazim yang disebabkan rasa takut, khawatir dan cemas berlebihan. Misal dengan proses penyuntikan cemas karena takut dengan jarum, atau takut vaksin karena membaca kabar hoax,” jelasnya.
Kelima, jenis KIPI yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan produk vaksin, tapi karena faktor kebetulan atau coinsiden.
Gatot menegaskan, gejala KIPI yang timbul belum tentu disebabkan oleh produk vaksinnya. Namun juga bisa dikarenakan faktor lain seperti penyakit bawaan yang diderita, obat-obatan yang sedang dikonsumsi, faktor genetik, faktor kejiwaan hingga faktor lingkungan. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan efek vaksinasi setiap orang berbeda-beda.
Saat ditanya, kapan masyarakat harus memeriksakan diri ke dokter saat mengalami gejala KIPI serius? Gatot menjawab saat penerima vaksin mengalami rasa tidak nyaman yang sangat mengganggu secara signifikan.
“Misalnya nyeri yang berkepanjangan dan sistemik. Kalau biasanya demam satu hari sudah baikan, ini 3-4 hari. Menimbulkan mual muntah berkepanjangan. KIPI yang berpotensi mengancam jiwa dan menyebabkan kematian contohnya sampai dirawat inap di rumah sakit, menimbulkan kecacatan/disabilitas atau bagi ibu hamil menyebabkan cacat pada janin,” paparnya.
Untuk itu, Gatot menekankan perlunya keterbukaan calon penerima vaksin saat proses screening sebelum vaksinasi. Dengan menginfokan kondisi secara jujur, sehingga dokter atau petugas vaksinasi dapat melakukan antisipasi secara tepat, apakah orang tersebut memang layak dan aman menerima vaksin.
Jika setelah vaksinasi menimbulkan gejala serius seperti yang dia jelaskan di atas, masyarakat diminta segera memeriksakannya ke dokter atau fasilitas kesehatan (faskes) terdekat.(tin/den)