Jumat, 22 November 2024

10 Persen Orang Mudah Terhipnotis dan Berpotensi Jadi Korban Gendam, Ini Penjelasannya

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi orang dengan emosi tidak stabil yang rentan terkena hipnotis. Foto: Pixabay

Gendam atau Hipnotis adalah bagian dari rumpun ilmu Hipnoterapi yang bisa dipelajari. Kalau Hipnoterapi adalah terapi pengobatan melalui alam bawah sadar, berbeda halnya dengan gendam yang kerap dikaitkan dengan hipnotis, kemudian digunakan sebagai modus tindak kejahatan seperti menipu atau mengambil barang berharga milik korban.

“Gendam adalah trik magic yang cenderung energinya hitam melalui ilmu Hipno yang sama, tapi metodenya berbeda. Orang-orang kadang salah persepi terkait keduanya,” kata Agus Purnomo Praktisi Psikologi Klinis saat mengudara bersama Radio Suara Surabaya, Minggu (17/10/2021).

Agus Purnomo menambahkan, dalam ilmu Hipnoterapi orang terbagi menjadi tiga bagian kategori. Yaitu 10 persen orang yang terkategori mudah dipengaruhi, 10 persen lainnya terkategori orang yang sulit untuk dipengaruhi, dan sebanyak 80 persen sisanya adalah kategori orang yang moderat berkaitan kebisaan untuk hipnoterapi.

“Pelaku Gendam itu sudah memiliki keterampilan untuk menandai calon korban dengan kategori-kategori itu, dan tentu yang paling rentan adalah kategori orang yang mudah dipengaruhi,” jelas Agus.

Direktur Meta Power Consultant itu menyebutkan orang-orang yang termasuk dalam 10 persen yang mudah dipengaruhi itu memiliki psikis yang tidak stabil. Ciri-cirinya antara lain seringkali terlihat tidak fokus, bingung dalam segala macam, suka melamun, atau karena faktor di luar diri misalnya sedang terkena masalah, atau orang-orang yang sendirian.

“Dari laporan kasus yang saya dapati, pelaku Gendam itu by plan. Mereka tidak sendirian. Dan target korban adalah orang yang tidak stabil emosinya, sedang berada di tempat yang mungkin ramai tapi sendirian. Orang seperti ini jadi sasaran empuk karena tidak ada yang mengingatkan kalau dia sedang digendam,” ujarnya.

Cara pelaku mempengaruhi korban juga beragam. Menurut Agus, cara yang paling umum dipraktikan adalah menggunakan tepukan di pundak. Ada juga yang melakukan komunikasi dengan calon korban dengan bahasa yang persuasif. Tapi di luar cara tadi, ada pelaku juga yang tidak menggunakan apa-apa.

Bahkan, menurut Agus, praktik kejahatan dengan modus Gendam ini tidak jarang dilakukan via telepon. Artinya, meski pun tanpa bertemu secara fisik dengan korban, pelaku bisa melangsungkan tindak kejahatan dengan modus gendam ini. “Umumnya, orang yang sedang mengalami masalah ekonominya, tiba-tiba ditelepon dengan iming-iming menarik, korban akan mudah terjebak,” kata Agus.

Peristiwa tergendamnya seseorang terjadi secara logis akibat adanya critical area korban atau filter untuk menandai adanya bahaya yang turut menurun. Sebabnya, karena korban sedang mengalami keadaan yang tertekan atau tidak stabil secara psikologis.

“Tipsnya, kita harus terus menjaga kewaspadaan dan kesadaran. Cara paling mudah untuk menjaganya adalah dengan mengatur pernafasan dan selalu mengingat Tuhan,” ujar Agus.

Selain itu, yang perlu diwaspadai dari trik penggendam adalah melalui penampilan yang menarik, rapi, dan terlihat intelek melalui bahasa yang sangat persuasif. “Secara psikologis orang yang berpenampilan rapi dan bahasanya ‘terlalu sopan’ akan dianggap tidak mungkin melakukan kejahatan. Tapi orang-orang begitu sangat patut kita waspadai,” tegasnya.

Selain itu ia juga memberi nasehat agar jangan berpenampilan mencolok saat pergi ke tempat umum seperti memakai perhiasan dan jangan pergi sendirian saat mengalami atau menghadapi masalah.

“Tubuh kita sebenarnya memiliki sinyal terhadap orang baru yang tiba-tiba berkomunikasi dengan kita. Yaitu sinyal tanda rasa tidak nyaman, akan tetapi kondisi psikologis yang tidak stabil itulah yang mengizinkan pelaku masuk ke alam bawah sadar kita,” kata Agus.(wld/den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs