Sabtu, 23 November 2024

Yuk Simak, Pentingnya Penerapan PSBB di Kota Surabaya

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Petugas medis dengan pakaian pelindung merawat pasien di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Wuhan, yang diubah menjadi rumah sakit sementara untuk menerima pasien dengan gejala ringan akibat virus novel corona, di Wuhan, provinsi Hubei, China, Rabu (5/2/2020). Foto : China Daily/Reuters/Antara

Dokter Joni Wahyuhadi Ketua Gugus Tugas Kuratif Covid-19 Jatim menjelaskan pentingnya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya. Terutama berkaitan dengan jumlah ketersediaan tempat tidur di rumah sakit rujukan di Surabaya.

Dari 85 rumah sakit yang ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan di Jawa Timur, memang jumlah yang terbanyak ada di Surabaya, yakni sebanyak 22 rumah sakit rujukan. Tetapi tidak semuanya punya ruang isolasi yang dilengkapi ventilator.

Data Pemprov Jatim sampai 10 April lalu, jumlah tempat tidur di ruang isolasi dan ruang observasi yang tersebar di 85 RS Rujukan Covid-19 Jatim sebanyak 2.499 tempat tidur. Hanya 61 di antaranya yang dilengkapi tekanan negatif (negative pressure) dan ventilator.

Sisanya, sebanyak 256 tempat tidur tersedia di ruang isolasi bertekanan negatif tetapi tanpa ventilator, lalu 533 tempat tidur di ruang isolasi tanpa tekanan negatif maupun ventilator. Sedangkan 950 tempat tidur lainnya ada di ruang observasi.

Adapun total ketersediaan tempat tidur di ruang isolasi, ruang observasi, maupun non isolasi dan observasi di RS Rujukan di Jatim, jumlahnya 13.957 tempat tidur, termasuk di RS Rujukan yang ada di Surabaya.

Data termutakhir penambahan kasus positif Covid-19 di Jawa Timur pada Sabtu (18/4/2020). Grafis: Humas Pemprov Jatim

Pada Sabtu (18/4/2020), dengan adanya penambahan sejumlah kasus, Jawa Timur sudah mempunyai 555 kasus Covid-19 yang dinyatakan positif. Dari jumlah itu, masih ada 403 orang yang dirawat. Sisanya, 98 sembuh, dan 54 lainnya meninggal.

Dari 403 pasien yang masih dirawat, 261 orang di antaranya masih dirawat di rumah sakit, 132 orang dirawat secara mandiri di rumah, dan 10 orang saja yang dirawat di gedung khusus untuk observasi atau isolasi.

Jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) di Jatim sekarang 1.919 orang. Ada 608 orang dirawat di rumah sakit, sisanya 453 orang isolasi mandiri di rumah, dan tidak satupun dirawat di gedung khusus isolasi.

Selain itu, ada 16.263 orang dalam pemantauan (ODP) di Jatim. Sebanyak 362 orang di antaranya dirawat di rumah sakit, sisanya ada 6.805 orang mengisolasi diri di rumah, dan hanya dua orang dirawat di gedung.

Kalau ditotal, jumlah pasien terkait Covid-19, baik yang positif, PDP, maupun ODP yang dirawat di rumah sakit rujukan di Jawa Timur, totalnya sebanyak 1.231 orang (pemprov tidak menampilkan data detail penempatan pasien di ruang isolasi atau non isolasi).

Bila dibandingkan dengan jumlah tempat tidur di ruang isolasi dan observasi yang tersedia, maka 1.231 pasien terkait Covid-19 yang masih dirawat sudah memenuhi 49,2 persen tempat tidur di ruang isolasi dan ruang observasi yang tersedia di Jatim.

Sedangkan bila dibandingkan secara keseluruhan jumlah tempat tidur, baik di ruangan isolasi, observasi, maupun non isolasi dan non observasi di rumah sakit, jumlah pasien terkait Covid-19 yang dirawat memenuhi 8,8 persen ketersediaan tempat tidur di Jatim.

Tabel sebaran kasus positif Covid-19 di Jawa Timur pada Sabtu (18/4/2020). Grafis: Humas Pemprov Jatim

Di Kota Surabaya, jumlah kasus Covid-19 per hari Sabtu terus meningkat dan makin mengkhawatirkan. Sudah ada 270 kasus positif Covid-19, 703 orang PDP, dan 1.806 orang ODP.

Informasi yang didapat suarasurabaya.net, sudah ada sebagian rumah sakit di Surabaya yang sudah mampu menampung pasien positif Covid-19, sehingga harus merujuk pasien ke rumah sakit lain yang tempat tidurnya memang masih tersedia.

Contoh konkritnya, ada salah satu RS di Surabaya yang mengizinkan pasiennya, seorang warga Blitar, pulang sebelum hasil tes swab keluar. Hasil tes PCR yang ternyata positif Covid-19 baru keluar setelah pria 67 tahun penjual nasi goreng di Surabaya itu sudah mudik ke Blitar.

“Jadi memang itulah kenapa tadi, Ibu Gubernur sudah menyampaikan, pentingnya PSBB. Apapun yang dikerjakan rumah sakit saat ini, tidak akan bisa mengakomodir semua pasien yang positif,” ujarnya di Gedung Negara Grahadi.

Joni yang juga Direktur Utama RSUD Dr Soetomo Surabaya mencontohkan, di rumah sakit yang dia pimpin, setelah adanya pengembangan ruang isolasi sehingga saat ini terdapat 35 tempat tidur (bed), sekarang sudah penuh.

“Hari ini (35 tempat tidur itu, red) penuh. Masih ada yang di UGD (Unit Gawat Darurat) juga pasien-pasien itu. Kami sudah ijin ke Pak Sekda, sudah matur (bilang), akan kami kembangkan lagi di atasnya, di (area) Poli Gigi,” katanya.

Menurutnya, tanpa adanya pengetatan penerapan social/physical distancing, serta mewajibkan masyarakat memakai masker, penanganan Covid-19 di Jatim, khususnya di Surabaya sebagai daerah episentrum, tidak akan pernah selesai.

Apalagi, hasil kajian evaluasi epidemiologi yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, di Surabaya sudah terjadi transmisi level dua penularan Covid-19, serta transmisi lokal dan transmisi lintas wilayah.

“Rumah sakit di negeri manapun tidak akan bisa (menangani semua pasien). Mungkin bisa dilihat di internet, di Prancis pun seperti itu. Di italia, yang terjadi juga seperti itu. (Pasiennya, red) sampai di luar-luar (ruang isolasi) itu,” katanya.

Sebab itu pula Pemprov Jatim saat ini mendukung penuh pengembangan Rumah Sakit Unair sebagai RS Khusus Infeksi yang bisa menampung lebih banyak pasien Covid-19. Dalam waktu dekat, kata Joni, RS itu siap dipakai.

RS Rujukan Covid-19 milik Pemprov Jatim, seperti RSUD dr Soetomo, RS Syaiful Anwar Malang, RSUD dr Soedono Madiun dan rumah sakit lainnya juga didorong untuk terus mengembangkan diri menambah ketersediaan tempat tidur di ruang isolasi.

Namun, sebenarnya, bila merujuk pedoman penanganan Covid-19 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, indikasi seorang pasien harus dirawat inap adalah kondisi klinis pasien, bukan hasil swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR) atau rapid test.

Bahkan, kata Joni, pasien yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19 pun, bila memang tidak disertai gejala klinis yang mengkhawatirkan, sesuai pedoman penanganan pasien Covid-19 Kemenkes, tidak perlu dirawat di rumah sakit.

“Kalau ada pasien yang secara klinis panas tinggi, batuk progresif, dia memang harus masuk rumah sakit. Tetapi kalau kondisi klinisnya baik, dia tidak perlu dirawat di RS, cukup dirawat di rumah. Tetapi harus dimonitor fasilitas kesehatan terdekat,” ujarnya.

Kembali, dr Joni mencontohkan apa yang terjadi di luar negeri. Menurutnya, banyak pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 sejak awal tidak dirawat di rumah sakit dan memilih melakukan isolasi mandiri di rumah.

“Jadi dia hanya kontak saja dengan RS terdekat. ‘Saya positif covid, saya akan isolasi di rumah, saya mohon dimonitor.’ Banyak yang seperti itu. Karena memang indikasi opname itu adalah gejala klinis dari pasien,” katanya.

Dokter Joni Ketua Gugus Tugas Kuratif Covid-19 Jatim saat konferensi pers di Grahadi bersama Khofifah Gubernur Jatim, Sabtu (18/4/2020). Foto: Istimewa

Intinya, Gugus Tugas Covid-19 Jatim, saat ini telah mempertimbangkan pemberlakuan PSBB di Surabaya Raya, salah satunya karena pertimbangan ketersediaan tempat tidur di ruang isolasi di rumah sakit rujukan di Surabaya.

Gubernur Jatim sudah memanggil Wali Kota Surabaya, Bupati Sidoarjo, dan Bupati Gresik untuk membahas tindak lanjut PSBB. Pertemuan itu akan berlangsung di Grahadi, hari ini, Minggu (19/4/2020) siang.

Pemanggilan ketiga kepala daerah oleh Khofifah Gubernur Jatim yang juga Ketua Gugus Tugas Covid-19, berdasarkan rekomendasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jatim dalam rapat koordinasi Sabtu.

Hasil rapat yang membahas situasi darurat penyebaran penyakit Covid-19 di Surabaya itu, PERSI menekankan pentingnya penerapan status PSBB untuk kota Surabaya dan kabupaten di sekitarnya.(den/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs