Jumat, 22 November 2024

Walhi: Omnibus Law Bahaya Bagi Lingkungan

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Rere Kristanto Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim. Foto: Abidin suarasurabaya.net

Rere Kristanto Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim menilai isi dari draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja sangat mengancam kelestarian lingkungan hidup. Peran rakyat sangat terbatas karena pengelolaan lingkungan jadi kewenangan pemerintah pusat.

“Hilangnya hak masyarakat untuk melakukan gugatan perizinan Amdal di PTUN. Kalau sebelumnya, begitu izin Amdal dikeluarkan, masyarakat bisa lakukan kontrol gugatan. Nantinya akan banyak izin muncul tanpa pertimbangan masyarakat,” ujar Rere dalam konferensi pers rencana aksi tolak Omnibus Law di Kantor YLBHI-LBH Surabaya, Kamis (5/3/2020).

Menurut Rere, dengan regulasi disentralkan ke pemerintah pusat akan menimbulkan masalah karena pemerintah pusat tak tahu daya dukung dan daya tampung masing-masing pemerintah daerah.

“Harusnya Pemda. Karena Pemda lebih tahu. Tentu kalau ditarik ke pusat tidak akan tahu karakter daerah. Kemungkinan terjadi kongkalikong semakin besar. Kalau begitu otonomi daerah semakin hilang,” katanya.

Rere menilai, Omnibus Law akan semakin membawa Indonesia menuju pembangunan yang tidak sama sekali mengarah ke perlindungan kawasan hidup masyarakat.

“Mestinya yang harus dihitung kesejahteraan bukan hanya ekonomi tapi juga lingkungan. Bagaimana bisa membangun ekologi ekonomi kalau airnya tidak bisa diminum karena tercemar,” katanya.

Kajian Walhi tentang Bahaya Omnibus Law:

1.Liberalisasi perizinan tanpa prasyarat ekologi lingkungan. Tidak ada prasyaratnya sosial, ekonomi, dan amdal.

2. Hilangnya izin lingkungan. Padahal prasyarat perusahaan harus menjalani tata kelola yang baik. Dengan tidak adanya izin lingkungan tidak ada komitmen.

3. Melalui Omnibus Law, investor boleh ajukan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) selama pemda tidak mengajukan. Akhirnya akan saling mendahului antara investor dengan pemda.

4. Hilangnya prasyarat 30 persen kawasan hutan di setiap Provinsi. Ada potensi seluruh kawasan hutan di buka untuk investasi karena tidak ada lagi untuk mempertahankan 30 persen kawasan hutan.

5. Membesarnya semangat otoriterianisme dari eksekutif. Setiap perubahan aturan bisa dilakukan pemerintah pusat. Izin pembuangan limbah akan ditarik ke pemerintah pusat. (bid/ang/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs