Universitas Airlangga (Unair) Surabaya memfokuskan risetnya pada pengembangan obat baru dan vaksin Covid-19 setelah merampungkan laporan uji klinis kombinasi obat Covid-19 pada Badan Intelijen Negara (BIN).
Prof Mohammad Nasih Rektor Unair mengatakan, obat baru yang dikembangkan adalah obat Unair 3. Obat tersebut merupakan hasil riset terbaik dari lima senyawa sintetis obat baru yang dikembangkan Unair.
“Untuk obat baru yaitu Unair 3 mempunyai efektivitas lebih tinggi dari senyawa lain yang kami teliti. Saat ini sedang persiapan pengajuan uji klinis ke manusia,” ujarnya, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (15/10/2020).
Untuk vaksin Covid-19, Nasih menjelaskan bahwa telah mengalami perkembangan besar dan diharapkan selesai pada pertengahan tahun 2021.
“Vaksin merah putih kami untuk Covid-19 mengalami perkembangan besar. Secara nasional menjadi prioritas untuk dikembangkan. Kami riset sejak Mei dan Juni, harapannya pertengahan 2021 sudah selesai karena Desember baru kami bisa uji klinis,” kata Nasih.
Pengujian vaksin ini, dikatakan Nasih bekerja sama dengan Oxford University, termasuk uji lainnya yang melibatkan Rumah Sakit Unair dan RSUD Dr Soetomo.
Sementara itu, terkait kombinasi obat yang diteliti Unair, Nasih mengungkapkan laporan perkembangan uji klinis sudah diberikan pada BIN dan TNI AD. Untuk selanjutnya, pihaknya masih menunggu arahan dari BIN untuk pengembangannya.
“BPOM dan pemerintah masih fokus dalam hal vaksin. Artinya obat kombinasi yang sudah kami proses untuk uji klinis saat ini dukungan dari pemerintah sudah berkurang. Yang pasti kami sangat bersyukur obat kombinasi ini masuk dalam rekomendasi ikatan dokter paru indonesia,” ucapnya.
Nasih mengungkapkan riset kombinasi obat dilakukan dalam rangka jangka pendek untuk segera mengatasi Covid-19. Sehingga jika saat ini sudah masuk pada pengembangan vaksin, maka perlu dikaji lebih lanjut apakah perlu meneruskan riset kombinasi obat.
“Prosesnya riset kombinasi obat ini masih sangat panjang. Masalahnya memang apa situasi ini masih relevan saat vaksin sudah ditemukan. Jadi apakah seimbang nanti pengorbanan kami dengan manfaatnya obat ini. Karena untuk membeli bahan obat juga tidak murah, pada sisi lain relevansinya juga agak berkurang waktunya,” ujar Nasih.
Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini mengungkapkan meskipun pengembangan kombinasi obat belum berlanjut, pihaknya sebagai perguruan tinggi memang sudah merasakan manfaatnya karena hasil risetnya sudah mendapat pengakuan
“Inginnya kami lebih optimal, tetapi karena SDM terbatas maka kami tidak bisa 100 persen puas dengan hasil yang ada,” tuturnya. (ant/dfn)