Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten Sidoarjo sudah memasuki hari kesepuluh sejak diberlakukan pada 28 April 2020 lalu. Nur Ahmad Syaifudin Plt Bupati Sidoarjo mengatakan, tingkat penyebaran Covid-19 masih tinggi dan angka pertumbuhan kasus masih terus bertambah.
“Penyebaran masih tinggi sekali, dan ini angka yang tidak bagus untuk PSBB. Kita tetap optimis, sehingga kita melakukan pengetatan. Tapi penambahannya masih bisa siginifikan. Dari 10 hari PSBB kita sudah merasakan berat sekali,” kata Nur Ahmad atau akrab disapa Cak Nur saat siaran dalam program “Wawasan” Radio Suara Surabaya, Kamis (7/5/2020).
Hingga saat ini, tercatat ada 140 kasus positif Covid-19 di Sidoarjo, dengan 208 Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan 808 Orang Dalam Pemantauan (ODP). Angka ini membuat Kabupaten Sidoarjo menjadi daerah dengan jumlah kasus terbanyak di Jawa Timur setelah Kota Surabaya.
Ia mengatakan, banyak kasus-kasus baru yang muncul diluar data PDP dan ODP, yang mana kasus baru tersebut belum terdeteksi sebelumnya. Secara otomatis, tim tracing akan melakukan tracing ulang dan berdampak dengan semakin banyaknya jumlah ODP di Sidoarjo.
“Ada tren baru yang menakutkan, yaitu kasus positif dari luar (bukan PDP dan ODP), jadi belum terdeteksi. Kemarin ada penambahan 11 kasus itu, 6 dari PDP, 3 dari luar yang dari Surabaya, ada juga 1 dari luar,” kata Cak Nur.
Bahkan, lanjutnya, jumlah warga yang terjaring razia di warung kopi jumlahnya semakin bertambah. Jika dalam razia pertama polisi mengamankan 150 orang, pada razia kedua polisi mengamankan lebih dari 200 orang. Terakhir pada Selasa (5/5/2020) malam, Polresta Sidoarjo menjaring 301 orang yang kedapatan nongkrong di warkop. Semua orang yang terjaring razia dilakukan rapid test massal dan beberapa diantaranya dinyatakan reaktif.
Menurutnya, fakta tersebut menyedihkan karena warga merasa tidak jera dengan apa yang dilakukan polisi dan pemerintah untuk menanggulangi wabah. Ini terbukti dengan masih banyaknya warga yang mengacuhkan imbauan physical distancing dan beraktifitas diluar kegiatan yang diperbolehkan selama PSBB.
Ia juga melihat, masyarakat masih melihat kasus Covid-19 hanya dari lingkungan terdekatnya. Artinya, jika di sekitarnya tidak ada kasus Covid-19, maka mereka langsung menganggap bahwa dirinya sehat. Sehingga mereka cenderung kurang memperdulikan protokol kesehatan dan membuat risiko terpapar virus semakin meningkat.
Cak Nur mengatakan, PSBB kali ini bisa dikatakan berhasil jika jumlah pertambahan kasus di Sidoarjo bisa turun hingga 30 persen. Namun dengan waktu yang tersisa, ia mengaku target tersebut terasa berat untuk dicapai.
Satu-satunya cara adalah semua warga bekerja-sama untuk tetap disiplin melakukan physical distancing dan menjaga pola hidup yang sehat. Dengan begitu, ia yakin PSBB dapat berjalan efektif sesuai yang diharapkan.
“Perlu diketahui, yang memutus mata rantai itu tidak hanya di pundak dokter dan rumah sakit, tapi dari disiplin dan pola hidup kita semua. Betul-betul aturan PSBB diikuti. Kalau di rumah, ya, di rumah, sudah. Virus ini tidak berjalan kalau orangnya tidak berjalan,” ungkapnya.(tin/ipg)