Tim dosen Departemen Teknik Kimia ITS di masa pandemi ini membekali pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mengolah limbah air kelapa menjadi pupuk organik.
Tim yang terdiri atas Dr Eng R Darmawan ST MT, Dr Ir Sri Rachmania Juliastuti MEng, Ir Nuniek Hendrianie MT, Setiyo Gunawan ST PhD, dan Hakun Wira A ST MMT PhD ini meyakini bahwa ilmu bukanlah menara gading, sehingga tidak harus sulit untuk dirasakan oleh masyarakat melalui kegiatan transfer knowledge.
Atas dasar tersebut, terciptalah kegiatan pengabdian pada masyarakat yang telah berlangsung sejak tahun 2017 ini.
Dr Eng R Darmawan ST MT Ketua Tim Pengabdian Masyarakat (Abmas) mengatakan, pada tahun 2017 kegiatan Abmas ini dimulai dengan pelatihan khusus yang diadakan untuk pelaku usaha penghasil limbah air kelapa tua di Kabupaten Ponorogo.
“Selanjutnya, limbah air kelapa ini akan diolah menjadi pupuk organik yang berfungsi untuk memperbaiki lahan yang sudah terdegradasi unsur hara tanah,” paparnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kuantitas produksi kelapa di Kabupaten Ponorogo sebesar 6.170,09 ton. Sebagai sentra industri UMKM yang utamanya menggunakan kelapa sebagai bahan dasar produksi, limbah air kelapa tua mudah ditemukan di daerah tersebut.
“Limbah air kelapa tua tersebut tidak dimanfaatkan dengan optimal, padahal masih mengandung cukup nutrisi yang bermanfaat, ” ujarnya.
Pada tahun 2018, kegiatan yang bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Ponorogo ini memberikan kesempatan bagi pelaku usaha untuk berkunjung ke Departemen Teknik Kimia ITS, guna mengetahui cara kerja alat pengolahan limbah di laboratorium penelitian.
Tahun selanjutnya, peserta diperluas ke penyuluh pertanian se-Kabupatenu dimaksud adalah komunitas mikroba yang diekstrak dari lumpur lapindo dengan tambahan beberapa kali perlakuan sebagai suplemen komposisi bahan.
“Dalam studi kami pada tahun 2018 lalu, terbukti bahwa campuran antara molasses limbah air kelapa dan komunitas mikroba tersebut dapat menjadi kombinasi yang baik dalam pemupukan tanaman,” urainya.
Tak berhenti sampai pupuk organik cair tersebut diproduksi, Darmawan dan tim selalu melakukan eksperimen dari tahun ke tahun untuk memperbaiki kandungan Natrium, Phospat, dan Kalium (NPK) yang ada dalam pupuk.
“Uji coba kami lakukan dengan memvariasikan jenis tanaman uji dan metodenya di salah satu pondok pesantren di Jombang,” ungkap lelaki asal Kertosari, Kabupaten Ponorogo ini.
Oleh karena itu, tim Abmas ITS ini juga telah membantu piramida hidroponik dan keberlangsungan green house di pondok pesantren tersebut.
Darmawan mengabarkan bahwa saat ini sedang dilakukan rekrutmen terbuka mahasiswa ITS yang ingin melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan topik terkait.
“Mereka akan diajak untuk mengaplikasikan pupuk organik cair ini secara hidroponik di pondok pesantren tersebut,” terangnya.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini menuai respon positif dari peserta pelatihan. Salah satunya adalah Ery Wibowo, pelaku usaha industri jenang yang turut gembira dengan adanya kegiatan ini.
“Kami berharap selanjutnya masyarakat Ponorogo bisa berdaya saing tinggi dengan terus berkarya memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki,” ucap Darmawan menambahkan.
Atas kerja sama yang telah terjalin sejak 2017 tersebut, dosen bergelar Groundwater Environmental Leader (GeIK) ini memberikan apresiasinya pada Bappedalitbang Kabupaten Ponorogo.
“Semoga ke depannya pihak Bappedalitbang maupun pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo dapat meneruskan kompetensi ini lebih luas lagi,” pungkasnya. (tok/bas)