Penambahan kasus positif Covid-19 di Jatim pada Minggu (12/4/2020), sebanyak 119 kasus, jadi yang terbanyak di Indonesia.
Kasus di Jatim sekarang 386, dan belum ada rencana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur memastikan, belum satupun daerah yang mengusulkan itu. “Sampai dengan maghrib tadi (Minggu), belum ada yang mengkomunikasikan kemungkinan PSBB,” ujarnya.
Dia mengaku tidak tahu kalau memang ada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur yang pada Minggu malam sedang membahas tentang usulan PSBB. “Saya rasa, kita bisa saling update,” katanya.
Dari 119 tambahan kasus positif Covid-19 di Jatim, yang terbanyak ada di Surabaya. Yakni sebanyak 83 kasus. Total kasus Covid-19 di Surabaya saat ini menjadi 180 kasus, disertai 502 pasien yang masih dalam pengawasan (PDP).
Infeksi akibat virus SARS CoV-2 itu juga meningkat di daerah penyokong (hinterland) seperti Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Gresik. Khofifah mengaku sudah berkomunikasi dengan masing-masing Pemda.
“Tadi setelah dapat data dari pusat, kami minta Sekda (Pemprov) berkoordinasi dengan Sekkota Surabaya, Sekda Sidoarjo, Lamongan, dan Gresik untuk mengevaluasi berbagai ikhtiar pencegahan penularan Covid-19 agar lebih efektif,” ujarnya.
Heru Tjahjono Sekdaprov Jatim yang sempat menjadi Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di Jatim sebelum adanya aturan baru dari pemerintah pusat mengatakan, koordinasi lebih detail akan dia lakukan Senin (13/4/2020).
“Besok pagi akan kami lakukan koordinasi lebih detail setelah ada koordinasi dengan Kapolda dan Pangdam V Surabaya (Minggu malam),” kata Sekda dalam konferensi pers pemutakhiran data kasus Covid-19 di Gedung Negara Grahadi.
Dalam konferensi pers itu, Khofifah memang menyatakan, dia akan berkoordinasi dengan Pangdam V Brawijaya dan Kapolda Jatim dalam rangka mengevaluasi berbagai langkah pencegahan penyebaran Covid-19 yang sudah dilakukan di Jatim.
Terutama, kata dia, mengenai penerapan social dan physical distancing, juga penanganan terhadap titik-titik lokasi yang memang sudah tertandai sebagai lokasi terjangkit Covid-19 atau terdapat pasien dalam pengawasan (PDP).
Perlu diketahui, dari total 386 kasus terkonfirmasi Covid-19 di Jawa Timur, masih ada 288 orang yang sedang dalam perawatan. Lainnya, 69 orang sudah dinyatakan sembuh, sedangkan 29 orang meninggal akibat infeksi yang diderita.
Adapun dari 288 orang positif terinfeksi Covid-19, tidak semuanya dirawat di rumah sakit. Hanya 194 orang. Sisanya, 14 orang menjalani isolasi di gedung tertentu, 81 orang menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing.
Sementara, dari sebanyak 1.383 orang jumlah PDP di Jatim, 841 orang masih diawasi, 461 orang dinyatakan sudah selesai pengawasan, dan ada 81 orang yang dinyatakan meninggal yang belum tentu seluruhnya negatif Covid-19.
Sebanyak 841 orang yang diawasi itu, meski statusnya PDP, tetapi tidak semua dirawat di rumah sakit. Hanya 443 yang saat ini masih dirawat di RS. Sisanya, sebanyak 398 orang menjalani isolasi mandiri di rumah.
Lokasi-lokasi tempat tinggal pasien positif Covid-19 maupun PDP itulah yang dimaksud Khofifah sebagai titik-titik yang akan dibahas lebih lanjut penanganannya bersama Pangdam V Brawijaya dan Polda Jawa Timur pada Minggu malam.
Pada Jumat (10/4/2020) kemarin, Khofifah sempat menyebutkan, sudah ada 527 permukiman di Jawa Timur (tidak disebutkan secara detail di kabupaten/kota mana saja) yang dijaga personel TNI maupun Polri.
Penjagaan oleh aparat TNI/Polri itu, kata Khofifah, untuk mengurangi mobilitas penduduk di permukiman. Baik yang akan keluar maupun yang akan masuk area pemukiman, kecuali mendesak. Tapi sekali lagi, itu bukan pembatasan skala besar.
Dalam berbagai kesempatan, Khofifah mempersilakan pemkab/pemkot bila akan mengajukan usulan PSBB ke Kemenkes, tapi harus berkoordinasi dengan Pemprov Jatim. Tujuannya, untuk memastikan kesiapan daerah bersangkutan.
Terutama, yang harus dipastikan oleh pemkab/pemkot masing-masing, adalah hal-hal seperti terjaminnya kebutuhan hidup pokok warga selama pemberlakuan PSBB yakni dengan memastikan kesiapan anggaran Pemda untuk pelaksanaan jaring pengaman sosial (social safety net).
Selain itu, Kemensos juga mensyaratkan kesiapan pemerintah untuk memastikan keamanan selama berlangsungnya PSBB. Sementara yang terbaru disampaikan Khofifah, Pemda juga harus punya rencana aksi konektivitas antardaerah terutama transportasi publik.
Meski Jawa Timur belum menerapkan PSBB, dampak sosial dan ekonomi yang muncul akibat pandemi Covid-19 sudah terasa. Terlihat dari angka tenaga kerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun dirumahkan.
Emil Elestianto Dardak Wakil Gubernur sekaligus Ketua Gugus Tugas Mitigasi Dampak Sosial Ekonomi Covid-19 di Jatim sempat memaparkan jumlahnya pada Jumat kemarin. Total pekerja yang di-PHK saat ini mencapai 46.326 orang.
Tidak semua pekerja itu di-PHK karena situasi Covid-19. Karena sudah ada 43.011 tenaga kerja yang di-PHK sebelum masuknya Covid-19, terutama karena dampak ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat dengan China.
Selain itu, ada 20.036 tenaga kerja dari berbagai sektor usaha, terbanyak dari sektor perhotelan di Jawa Timur, yang dirumahkan dan berpotensi tidak mendapatkan penghasilan selama berlangsungnya pandemi Covid-19.
Pemprov Jatim pun sampai sekarang sibuk melakukan pendataan agar intervensi berupa bantuan kepada mereka tidak tumpang tindih dengan bantuan dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah kabupaten/kota masing-masing.
Bantuan dari Pemprov Jatim yang nilainya diperkirakan hampir sama dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yakni Rp200 ribu per keluarga setiap bulan selama 9 bulan, ditargetkan akan disalurkan pada awal Ramadhan mendatang.(den/rst)