Wali Kota Seoul, Park Won-soon, ditemukan meninggal dunia setelah dilaporkan hilang oleh keluarganya, Jumat (10/7/2020).
Anak perempuan Park mengatakan, ayahnya meninggalkan pesan yang mirip seperti surat wasiat sebelum meninggal.
Ratusan anggota kepolisian dikerahkan. Bahkan anjing pelacak dan pesawat nir-awak (drone) diterjunkan untuk melakukan pencarian yang berlangsung selama berjam-jam hingga malam hari.
Hingga akhirnya, polisi menemukan jasad Won-soon pada tengah malam di Gunung Bugak, wilayah utara Seoul. Menurut Kepolisian Metropolitan Seoul, jasad Park ditemukan di dekat lokasi terakhir, dimana sinyal teleponnya terdeteksi.
Sejauh ini, kepolisian belum mengumumkan sebab kematian Park. Dalam jumpa pers yang disiarkan lewat televisi, salah satu anggota Kepolisian Seoul, Choi Ik-soo mengatakan petugas tidak menemukan tanda kekerasan di tempat kejadian perkara. Namun, kepolisian masih akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Kantor berita resmi Korea Selatan, Yonhap, seperti yang dikutip Reuters yang dilansir Antara, mantan sekretaris Park pada Rabu (8/7/2020) sempat mengajukan aduan pelecehan seksual yang diduga dilakukan wali kota Seoul itu.
Choi mengatakan, penyelidikan terhadap Park telah berjalan setelah aduan itu diterima kepolisian. Namun, Choi tidak memberi keterangan lebih lanjut.
Anak perempuan Park melaporkan ayahnya hilang pada pukul 17:17 waktu setempat dan teleponnya tidak dapat dihubungi.
Park merupakan salah satu politisi yang berpengaruh di Korea Selatan, mengingat Kota Seoul yang ia pimpin dihuni oleh hampir 10 juta jiwa. Tidak hanya itu, Park juga banyak berperan dalam penanggulangan Covid-19 di Seoul.
Bahkan, wali kota Seoul itu dinilai berpotensi jadi calon presiden dari kalangan liberal untuk pemilihan presiden pada 2022.
Menurut keterangan berbagai sumber, Park meninggalkan kediaman resminya sekitar pukul 10:40 waktu setempat, Kamis (9/7/2020). Ia mengenakan topi hitam dan membawa satu tas punggung. Park juga membatalkan rapatnya yang dijadwalkan pada hari itu.
Pegiat isu perempuan
Sebelum jadi wali kota, Park dikenal sebagai pegiat hak asasi manusia dan pengacara. Ia menjadi wali kota Seoul sejak 2011 dan selalu berupaya membuat kebijakan yang mendukung kesetaraan gender.
Saat menjadi pengacara pada 1990-an, Park berhasil memenangi beberapa kasus pelecehan seksual yang pertama terungkap di Korea Selatan. Ia juga mengadvokasi para korban yang dipaksa jadi pemuas hasrat (comfort women) tentara Jepang sebelum dan selama Perang Dunia II, khususnya saat Jepang menduduki paksa Korea.
Park juga memuji para penyintas perempuan atas keberanian mereka bersuara menuntut para pelaku kekerasan seksual, yang beberapa di antaranya merupakan politisi berpengaruh serta para pembuat kebijakan, lewat gerakan #MeToo pada 2018.
“Masalah ini (kekerasan seksual, red) tidak dapat hanya diselesaikan oleh satu orang pahlawan perempuan. Saya pikir kita butuh solidaritas sosial,” kata dia saat memberi dukungan pada gerakan tersebut.
Park juga cukup vokal dalam aksi unjuk rasa “Candlelight Struggle” yang menyebabkan Presiden Park Geun-hye lengser dari jabatannya pada 2017.(ant/tin)