Jumat, 22 November 2024

Selain PSBB, Surabaya Juga Perlu Terapkan Sistem Rujukan Rumah Sakit

Laporan oleh Agung Hari Baskoro
Bagikan
Ilustrasi. Layanan pemeriksaan corona (COVID-19) di Rumah Sakit Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Foto : Anggi suarasurabaya.net

Surabaya perlu menerapkan sistem rujukan rumah sakit dalam penanganan Covid-19 selain Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dr. Windhu Purnomo Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair menegaskan, sistem ini untuk mengatasi masalah over capacity kasur untuk pasien Covid-19 di Surabaya.

Ia menjelaskan, saat ini rumah sakit rujukan belum selektif dalam menenentukan prioritas pasien berdasarkan tingkat kefatalannya. Padahal, di tengah keterbatasan kapasitas ranjang, hal itu perlu dilakukan.

“Artinya, kan selama ini pasien ODP, pokoknya dia punya gejala langsung masuk RS. Padahal mungkin ringan, kalau yang berat, kalau udah over capacity kan gak bisa masuk. Sesungguhnya rumah sakit itu harus yang diprioritaskan adalah yang case fatality-nya berat. PDP yang berat. Sekadang gak, ODP pun masuk. Kalau di masa biasa gak masalah. Semua orang bisa aja masuk rumah sakit toh. Gejala ringan pun kan gapapa. Tapi sekarang gak mungkin. Jadi harus diatur, harus ada pengkategorian siapa yang boleh masuk siapa yang tidak,” ujarnya pada suarasurabaya.net, Minggu (19/4/2020).

Ia mengatakan, saat ini kapasitas kasur di RS rujukan Surabaya sudah tidak cukup menambung pasien Covid-19. Bed isolasi di Surabaya hanya berjumlah 260, sedangkan yang memiliki tekanan negatif hanya 111.

“Jadi kalau kasus bertambah terus, rumah sakit gak nampung. Kalau gak nampung, gak kopen (terurusi dengan baik). Akhirnya kematian akan nambah terus. Kemarin rekomendasinya juga bukan hanya PSBB, tapi juga tentang sistem rujukan,” jelasnya.

Sebagai contoh, dr Joni Wahyuhadi Direktur Utama RSUD Dr Soetomo Surabaya mengatakan, di rumah sakit yang dia pimpin, setelah adanya pengembangan ruang isolasi menjadi 35 kasur, saat ini pun sudah penuh.

“Hari ini (35 tempat tidur itu, red) penuh. Masih ada yang di UGD (Unit Gawat Darurat) juga pasien-pasien itu. Kami sudah izin ke Pak Sekda, sudah matur (bilang), akan kami kembangkan lagi di atasnya, di (area) Poli Gigi,” kata dr Joni.

Untuk menjalankan sistem ini, Pemkot Surabaya harus menyediakan asrama atau hotel untuk tempat isolasi pasien kasus Covid-19. Meski sudah sempat diwacanakan, tapi sampai saat ini belum diwujudkan.

“Kita belum ada, kita belum ada. Wacananya sudah ada, tapi belum mulai. Yang keparahannya sedang, hendaknya masuknya kesitu. Kita bisa masuk asrama haji atau asrama-asrama yang kosong, atau hotel, terserah. Itu yang sekarang (Surabaya) belum punya. Semua langsung masuk RS,” kata Dr Windhu.

Dengan adanya asrama itu, RS hanya akan diisi oleh pasien dengan tingkat kefatalan tinggi. Sehingga, potensi menghindari kematian lebih besar. Sedangkan, di asrama tersebut, pasien yang tingkat kefatalannya sedang tetap akan diawasi dan dirawat oleh petugas medis.

“Kalau yang ringan atau tanpa gejala yang OTG positif, itu bisa isolasi mandiri di rumah,” pungkasnya. (bas/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs