Rudy Ermawan meninggal dunia, Selasa (14/7/2020). Setelah berjuang melawan Sars Cov-2 (Covid-19), ia mengembuskan napas terakhirnya di RSUD Dr Soetomo, Surabaya, jelang pukul 20.00 WIB.
Kebanyakan orang mengenalnya sebagai pejabat publik di Pemprov Jatim. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim, atau Mantan Kepala Dinas PU Cipta Karya Provinsi Jatim.
Tapi, sosok Rudy juga dikenal sebagai penggerak Festival Jazz Kampoeng Djawi di Jombang, Jawa Timur. Festival yang menggabungkan musik jazz yang “elit” dengan keramah-tamahan khas masyarakat jawa di pedesaan.
Di balik hiruk pikuk tugas sebagai pejabat publik, ia dikenal sebagai sosok penggerak jazz yang idealis dan berdedikasi.
Errol Jonathans CEO Suara Surabaya Media yang juga Penggerak Jazz Traffic Festival menyebutnya sebagai satu dari sedikit idealis di ranah festival jazz.
“Aku itu terkesan banget dengan festivalnya dia (Jazz Kampoeng Djawi). Pertama, orang ini idealis sekali. Jadi dia membawa jazz itu bukan di tataran yang harus di kota metropolitan, atau di tataran elit. Tapi dia membawa jazz ini justru ke desa,” katanya pada Selasa (14/7/2020).
Ia bahkan menyebut festival yang digelar di Desa Carangwulung, Wonosalam, Kabupaten Jombang itu sebagai ajang kebudayaan. Alih-alih hanya sekadar festival musik.
Meski dihelat di pedesaan, kualitas panggung perjunjukan jazz benar-benar ditata. Errol menambahkan, pemilihan kategori jazz standar yang dimainkan di festival besutan Rudy, menambah kesan idealis dari almarhum.
“Yang kemudian istimewa lagi, musik-musik jazz yang dia tampilkan, itu yang dikategorikan sebagai jazz standar. Artinya begini, untuk menikmati jazz standar, dibutuhkan orang yang apresiasinya tinggi. Asumsinya, orang yang apresiasinya tinggi itu berada di kota-kota metropopitan, yang sangat bersentuhan dengan jazz,” kata Errol.
“Tapi dia malah bawa ini ke pelosok. Jadinya saya berpikir, oh ya idealismenya pak Rudi ini tinggi sekali. Dia bawa gagasan ke pelosok, tapi kemudian yang disajikan karya-karya jazz yang standar,” lanjutnya.
Festival Jazz Kampoeng Djawi adalah penggabungan unsur lokal dan modern yang menciptakan atmosfer unik. Ini juga yang dirasakan Errol saat mengunjungi festival ini tahun lalu. Ia mengatakan, mungkin festival besutan Rudy satu-satunya yang memiliki konsep seperti ini.
“Para tamu diberikan makan malam cuma-cuma. Konsep festivalnya unik sekali, dipencar ke beberapa tempat, masih satu arena, kita dijamu makan malam free. Di seputaran arena juga disediakan jajanan dan minuman tradisional free of flow,” ujarnya.
Kini, sosok penggerak jazz yang idealis itu telah pergi meninggalkan semuanya. Ia pergi, tapi meninggalkan warisan besar bagi skema festival jazz di Indonesia.
“Saya kira gak banyak orang yang punya idealisme kayak pak Rudy. Karena saya yakin, untuk bikin festival itu kan berbiaya. Kita tahu, festival-festival jazz kebanyakan tidak mudah untuk dapat sponsor. Di Kampung Djawi itu, nampaknya pak Rudi sendiri yang harus membiayai itu. Ini yang saya istilahkan orang yang sangat berdedikasi di dunia jazz, punya orientasi pada kualitas jazz, dan punya daya apresiasi tinggi,” kenang Errol. (bas/ipg)