dr. Dwi Krisna, dokter spesialis kandungan RSUD Prof. Dr. Soekandar, Mojosari, Mojokerto menceritakan kesulitannya mencari ruang operasi standar penanganan Covid-19 di RS rujukan lain untuk pasien reaktif yang harus melahirkan secara caesar.
Sebenarnya RSUD Prof. Dr. Soekandar, Mojosari, Mojokerto juga merupakan rumah sakit rujukan. Namun sampai hari ini belum memiliki kamar operasi bertekanan negatif dengan terminal HEPA filter sesuai standar penanganan Covid-19.
“Tadi malam sekitar pukul 11, kami mendapat pasien hamil yang butuh operasi caesar karena menderita hipertensi. Sebelum operasi, ternyata hasil rapid test-nya reaktif. Saya mencoba mencari RS rujukan lain yang mempunyai kamar operasi sesuai standar. Hampir sembilan RS rujukan lain di Jatim yang saya telepon, tapi semuanya penuh,” ujarnya kepada Radio Suara Surabaya, Minggu (17/5/2020).
“Akhirnya kita putuskan, mau gak mau, karena kondisi pasien emergency, pasien kami operasi dengan kamar operasi yang seadanya dan kami memakai hazmat dua lapis,” lanjutnya.
Melihat situasi sekarang di mana pemerintah mulai melonggarkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) dan rumah sakit masih dipenuhi pasien Covid-19, Dwi mengaku sangat kesal kalau melihat masih ada masyarakat yang nekad beraktivitas tanpa menerapkan protokol kesehatan.
“Sekarang yang terancam adalah kondisi kami sebagai tenaga medis. Hastag ‘Indonesia terserah’ itu benar-benar mewakili kami dari tim medis. Kami merasa tenaga medis itu dikorbankan dengan situasi sekarang,” kata dokter Dwi.
Para tenaga medis berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang tegas, tidak mudah berubah-ubah, seperti larangan mudik tapi bandara masih dibuka. Dampaknya, sekarang sudah ada orang yang datang ke rumah sakit, meminta surat sehat atau rapid negatif untuk syarat bisa berpergian.
“Kami mohon masyarakat kalau tidak berkepentingan, jangan ke mana-mana. Tidak perlu memikirkan baju baru atau mudik karena potensi kita bisa tertular dan menularkan Covid-19 itu sangat mungkin,” kata dokter Dwi.(iss)