Tiga dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) gelar program pengabdian bagi masyarakat dengan merancang peta untuk desa tertinggal. Informasi yang mendukung pembangunan berkelanjutan, di masa mendatang.
Bertajuk Pemetaan Desa Menggunakan Metode Partisipatif untuk Pembangunan Desa dan Kawasan (Desa Ngepung, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur), Eko Yuli Handoko, Yuwono MT dan Karina Pradinea Tucunan menciptakan sebuah peta sebagai dasar pembangunan dan pengembangan desa.
Eko Yuli Handoko menyampaikan bahwa sejak ditetapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia sebagai desa tertinggal nasional, perencanaan dan pembangunan di Desa Ngepung patut menjadi prioritas utama.
Pasalnya, desa tersebut mengalami kendala kekurangan air bersih dan infrastruktur jalan yang kurang memadai. “Selain itu juga masih minimnya lampu penerangan di jalan utama desa,” papar Eko Yuli Handoko.
Bersama dua orang rekannya, Eko kemudian memberikan output berupa peta desa dan peta potensi sebagai solusi dari kendala tersebut. Peta ini, lanjut Eko dapat dimanfaatkan sebagai perencanaan tata ruang desa, referensi pembangunan infrastruktur jalan maupun saluran irigasi air dengan memanfaatkan informasi topografis. “Di samping itu, peta ini berfungsi sebagai acuan validasi batas wilayah desa,” tambah Eko.
Setidaknya ada enam urgensi pembuatan peta desa, kata Eko yaitu untuk mengetahui posisi desa terhadap kawasan di sekitarnya, melihat potensi desa, menyelesaikan sengketa batas wilayah, inventarisasi aset desa dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“Yang terakhir adalah membantu perencanaan pembangunan infrastruktur desa, serta sebagai dasar informasi untuk integrasi spasial pembangunan wilayah,” urai Eko yang juga dosen Departemen Teknik Geomatika ITS tersebut.
Dalam pembuatan peta, dosen yang ahli di bidang Geodesi Satelit Kelautan tersebut menggunakan metode partisipatif. Yakni, metode di mana publik ikut terlibat dalam proses pengumpulan data dan analisis terkait isu di sekitarnya melalui identifikasi dan penggambaran fitur geospasial dengan menggunakan piranti dan teknologi pemetaan. “Metode ini dapat memberi ruang yang lebar antara pemerintah dan masyarakat untuk berkomunikasi,” kata Eko.
Menurut Lektor Laboratorium Geodesi dan Surveying ITS tersebut, setidaknya terdapat dua elemen penting dalam pemetaan ini. Yang pertama adalah menyediakan peta untuk desa yang tidak memiliki foto udara, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan desa mengkomunikasikan potensi dan permasalahan yang ada melalui peta desa yang telah dibuat oleh tim pengabdi.
Dan yang kedua, lanjut Eko, setelah peta tersebut jadi, dengan menggunakan metode Rapid Rural Appraisal, bersama timnya Eko melakukan pemetaan potensi masalah beserta usulan program-program desa secara bersama dengan masyarakat.
“Ini dimaksudkan agar hasil akhir peta dapat menjadi pertimbangan dalam forum-forum penting pembangunan seperti musrenbang, atau untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya sesuai dengan kebutuhan,” tambah Eko.
Meski sempat terkendala oleh pandemi Covid-19, program pengabdian yang dimulai sejak awal tahun 2020 ini berjalan lancar dan akan berakhir di bulan Desember mendatang.
Sebelumnya, Eko bersama timnya telah melakukan pengabdian serupa di Desa Kandangan, Gresik. “Namun, saat itu kami belum menerapkan metode partisipatif sehingga masyarakat masih kurang berperan,” tegas Eko.
Eko berharap dengan adanya program ini, dirinya dan tim dapat membantu desa dalam pengembangan dan pembanguan desa berkelanjutan. “Semoga informasi yang ada pada peta desa tersebut dapat dijadikan acuan dalam program kerja desa untuk membangun kebutuhan desa,” pungkas Eko, Jumat (13/11/2020).(tok/tin)