Errol Jonathans CEO Suara Surabaya mengatakan, di tengah beragam informasi yang membanjiri media sosial, terutama yang berkaitan dengan Covid-19, radio dibutuhkan untuk memberi tahu publik mana informasi benar dan yang dikategorikan palsu atau hoax.
Sebab, dibanding media sosial yang bebas, radio bisa lebih dipercaya karena diatur oleh banyak regulasi dan kode etik. Salah satunya UU Penyiaran dan UU Pers. Belum lagi ada sejumlah kode etik, misalnya kode etik jurnalistik.
Tak hanya itu, karakteristik medium radio yang cepat dan mampu menghadirkan konfirmasi langsung secara on air dari narasumber, membuat medium ini mampu berperan sebagai validator.
“Radio harus bisa menjadi validator atas info-info yang beredar di masyarakat. Ini yang dimanfaatkan radio untuk memperjelas informasi. Karena radio bisa menghubungi narsum dan narsum berbicara langsung. Itu kenapa radio masih menjadi sesuatu di era saat ini,” katanya saat menjadi pembicara dalam webinar ISKI Jatim bertajuk ‘Radio Broadcasting, Infodemic and Mental Panic’ pada Sabtu (11/7/2020).
Errol menambahkan, ada beberapa hal yang harus dimiliki radio untuk mampu berperan dalam masyarakat. Di antaranya, prinsip news (jurnalisme), interaktif dengan pendengar, solutif pada persoalan yang ada, kredibilitas, memperhatikan efek pemberitaan, dan terakhir yaitu berperan sebagai validator informasi.
Meski radio punya peran yang cukup besar, Errol mengatakan, radio juga harus melakukan konvergensi media untuk mencakup audiens lintas generasi. Sebab, tiap-tiap generasi punya kecenderungan menikmati jenis media massa yang berbeda-beda.
“Karena radio umumnya adalah (yang mendengarkan) angkatan baby boomer dan generasi x. Sementara milenial dan setelahnya aktif di medsos Dan konvergensi ini adalah upaya menjembatani mempertemukan antar generasi tersebut. Ini yang saya maksud demgan mempertemukan media lama dan media baru,” katanya. (bas/iss)