Saleh Partaonan Daulay Pelaksana Harian (Plh) ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) mengatakan, proses rekrutmen pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) harus dilakukan secara adil, terbuka, dan bebas dari kepentingan politik. Sebab, program PKH adalah program pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu, sangat tidak bijak jika dimasuki oleh kepentingan politik temporal.
“Pendamping PKH itu sangat strategis. Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini sering dipergunakan sebagai alat. Alat untuk merekrut para pemilih,” ujar Saleh di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
“Yang didampingi itu kan masyarakat tidak mampu. Kalau dikasih bantuan bulanan melalui dana APBN, pastilah mereka akan patuh pada para pendamping. Jika pendamping mengarahkan untuk memilih satu partai tertentu, tentu itu bisa saja dilakukan,” kata Saleh.
Dalam konteks ini, menurut Saleh, seleksi pendamping PKH diharapkan dilakukan secara terbuka. Semestinya, tidak boleh ada kader partai politik yang mendaftar. Sebab, anggaran yang dipakai adalah anggaran APBN.
“Masalahnya, ini menterinya kan dari partai politik. Bagaimana kita mau tahu bahwa seleksinya itu fair (adil, red) ? Ini yang harus diperhatikan oleh semua pihak,” tegas dia.
“Kan tidak etis juga kalau semua partai politik yang lolos ke parlemen meminta jatah pendamping PKH. Kalau etis, ya pendamping itu juga dibagi secara proporsional. Tergantung berapa persen suara dan jumlah kursi hasil pemilu,” imbuhnya.
Kata dia, pemenang pemilu itu tidak hanya yang suaranya paling banyak. Pemenang pemilu bisa juga diartikan yang lolos Ambang Batas Parlemen.
“Jadi, yang lolos ambang batas parlemen, mestinya berhak juga dapat jatah pendamping PKH. Itu kalau mau dan rela PKH dimasuki nuansa politik. Kalau tidak, ya tidak usah ada intervensi dari politik. Biarkan saja seperti yang sudah jalan selama ini. Partai politik tinggal mengawasi pelaksanaannya,” jelasnya.(faz/tin)