Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mendapatkan laporan dari sejumlah peserta unjuk rasa Tolak Omnibus Law di Grahadi yang sempat ditangkap polisi, ponsel yang disita belum dikembalikan.
Baru-baru ini, Rahmat Faisal Koordinator KontraS Surabaya menerima laporan dari salah satu pengunjuk rasa bahwa ponsel mereka iPhone seri X tertentu masih disita oleh polisi padahal yang bersangkutan tidak termasuk tersangka.
Sebagaimana diketahui, dari ratusan pengunjuk rasa yang ditangkap setelah aksi unjuk rasa berujung kisruh di sekitar Gedung Negara Grahadi itu, polisi menetapkan ada 14 tersangka perusakan fasilitas umum.
“Yang perlu jadi perhatian adalah informasi detail tentang barang yang dirampas saat aksi. KontraS menerima banyak laporan. Korban belum mendapatkan informasi di mana keberadaan barang yang dirampas,” ujarnya.
Sebab itulah, Faisal mendorong agar aparat kepolisian bisa segera memberikan informasi soal barang yang dirampas dan bagaimana cara mengambil barang itu kepada pemiliknya, para pengunjuk rasa yang sudah dilepaskan.
Dari 14 tersangka yang ditetapkan sebagai tersangka perusakan fasilitas umum, KontraS mencatat ada tujuh di antaranya yang masih berusia anak-anak atau di bawah usia 17 tahun. Tiga di antara anak itu didampingi KontraS.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, KontraS mendapati sejumlah tindak kekerasan dilakukan oleh polisi terhadap para pengunjuk rasa yang mana cukup banyak di antaranya merupakan anak-anak.
Sebelumnya, Direktur Intelijen dan Keamanan Kepolisian Daerah (Polda) Jatim di Grahadi menyebutkan, ada 70-80 persen pengunjuk rasa yang ditangkap polisi merupakan pelajar atau siswa di bangku SMA/SMK.
KontraS juga mendapati laporan bahwa tindakan sewenang-wenang oleh polisi ini juga dialami massa aksi yang tidak terlibat perusakan dan penyerangan, serta massa aksi yang tengah dirawat di posko medis.
“Aparat kepolisian juga melakukan tindak kekerasan kepada relawan medis. Ada penyerangan dan perusakan di sekretariat PMKRI yang dipakai untuk posko relawan paramedis jalanan,” katanya.
Pada prosesnya, polisi juga mengintimidasi dan mengancam jurnalis yang sedang mengumpulkan bahan berita unjuk rasa. Salah satunya dengan berupaya merampas alat dan menghapus paksa hasil dokumentasi.
KontraS juga mendapati bahwa polisi berupaya menghalangi akses informasi soal data peserta unjuk rasa yang ditangkap, termasuk status penahanan, sehingga tim advokasi mengalami kesulitan untuk melakukan bantuan hukum.
Mengenai temuan ini, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko Kabid Humas Polda Jatim sama sekali tidak memberikan tanggapan. Dia enggan menanggapi kecuali ada laporan yang masuk ke polisi dan Propam. (den/dfn)