Jumat, 22 November 2024

Persakmi Minta Pemerintah Tegas Soal Karantina Kewilayahan dan Mendukung Social Distancing Secara Represif

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Jalan Tunjungan Surabaya yang ditutup sementara sebagai kawasan physical distancing. Foto: Totok suarasurabaya.net

Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) meminta pemerintah tegas dalam menentukan kebijakan karantina wilayah.

Prof. Dr. Ridwan Amiruddin Ketua Pengurus Pusat Persakmi mengatakan, karantina wilayah ini perlu dilakukan berdasarkan kondisi kewilayahan masing-masing klaster kasus yang terus meningkat di Indonesia.

“Katakan, Jakarta. Sekarang dengan kasusnya (Covid-19) tertinggi. Semestinya Jakarta sudah dikarantina, seperti kasus di Wuhan. Bukan karantina nasional, ya. Ini berdasarkan wilayah,” katanya.

“Karantina Jakarta sebagai episentrum penyebaran ini akan membuat daerah-daerah lain yang menopang Jakarta bisa survive. Artinya, Jakarta bisa tetap survive dengan di-backup Bodetabek.”

Ridwan mengatakan, tidak hanya Jakarta. Daerah lain, di provinsi lain, yang memang menjadi episentrum dengan peningkatan kasus harian yang cukup tajam juga perlu dikarantina wilayah.

“Di daerah, kalau kasusnya meningkat tajam sampai dengan 50 kasus harian maka itu sudah masuk warning, agar segera masuk karantina wilayah. Karena ini kan secara nasional sudah 100 kasus per hari,” ujarnya.

Karantina wilayah yang berarti mengunci seluruh mobilitas penduduk di wilayah yang dikarantina menurutnya perlu dilakukan. Ini mengingat penyebaran Covid-19 yang ditentukan mobilitas penduduknya.

“Jadi, kami sarankan satu dua pekan ke depan ini, masyarakat kita yang suka berkumpul, ngerumpi, harus kembali ke rumah! Harus dibatasi dulu pertemuan sosial. Ini harus tegas, karena negara dalam keadaan gawat darurat,” ujarnya.

Dia pun mendukung langkah pemerintah membubarkan setiap aktivitas warga yang masih berkumpul-kumpul secara represif. Menurutnya, negara punya kemampuan untuk melakukan itu.

“Saya sangat mendukung itu. Negara punya kekuatan dengan secara represif membubarkan seluruh kegiatan berkumpul-kumpul, sehingga tidak ada lagi kegiatan massif,” ujarnya.

Persakmi menyadari, secara kultural masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang terbuka. Suka berkumpul. Menyukai kerumunan, dan terkenal akan keramahannya.

Tetapi dengan angka reproduksi Covid-19 di Indonesia yang sangat cepat, kegiatan berkumpul-kumpul itu adalah pintu transmisi Covid-19 yang sangat efektif dan cepat.

Bukan tidak mungkin, ketika kegiatan yang melibatkan banyak orang dan banyak massa tanpa menerapkan social distancing dan physical distancing itu tetap terjadi, gelombang kedua dan ketiga epidemi Covid-19 akan terus berlangsung pada komunitas yang rentan.

Beberapa poin dari delapan poin Maklumat Persakmi untuk masyarakat salah satunya, bahwa situasi ini adalah tanggung jawab seluruh anak bangsa yang harus melakukan yang terbaik sesuai peran masing-masing.

Caranya dengan mengurangi risiko paparan/interaksi, memperkuat imunitas tubuh, dan memperkuat kekebalan kelompok demi melindungi diri, keluarga, dan masyarakat.

“Masyarakat harus disiplin untuk tetap stay at home dan work from home bila tidak ingin lebih banyak korban berjatuhan,” ujarnya. (den/ang/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs