Joko Widodo Presiden pada keterangan pers, Selasa (31/3/2020) kemarin akhirnya memilih opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengatasi penyebaran Covid-19 di Indonesia. Jokowi menegaskan, kebijakan ini diambil berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Apa yang dimaksud dengan pembatasan sosial berskala besar? Apa bedanya dengan karantina wilayah?
Sapta Aprilianto Dosen Hukum Kesehatan Unair mengatakan, baik PSBB ataupun karantina wilayah merupakan istilah yang ada di UU nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Dua istilah itu, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kemudian Karantina Wilayah, itu semua tercantum dalam pasal 1 angka 10 dan 11 UU nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan,” ujar Sapta kepada suarasurabaya.net pada Rabu (1/4/2020).
Meski begitu, Sapta menegaskan, ada perbedaan definisi antara kedua istilah tersebut dalam undang-undang.
PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam satu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencefah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi (pasal 1 ayat 11).
Sedangkan Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam satu wilayah, termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencefah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi (pasal 1 ayat 10).
“Pada poinnya, kalau karantina wilayah pembatasan penduduk dalam satu wilayah, kalau PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk. (PSBB) keluar masuk dia masih bisa,” katanya.
Selain itu, dalam karantina wilayah, berdasarkan pasal 55 ayat 1, pemerintah pusat diamanatkan untuk mencukupi kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina. Ditambahkan, pada pasal 55 ayat 2, tanggung jawab pemerintah pusat ini dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.
Meski pemerintah memilih opsi PSBB, kata Sapta, pemerintah juga memiliki keharusan memenuhi kewajiban itu.
“Kalau itu bagian dari amanat UU kekarantinaan kesehatan maka, mau gak mau, pemerintah wajib juga disitu. Iya. Karena kedua istilah tadi, bagian dari UU Kekarantinaan. Kewajiban pemerintah menempel disitu semua,” jelasnya.
Terkait teknis pelaksanaannya, publik bisa melihat dari Peraturan Pemerintah (PP) tentang pembatasan sosial berskala besar untuk melaksanakan amanat undang-undang tersebut.
Sebagai informasi, Jokowi mengumumkan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp 405,1 triliun.
Mengenai rinciannya, Presiden menyebut Rp. 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, seperti alat pelindung diri (APD) dan peralatan tes. Lalu, Rp. 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp. 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat. Kemudian, Rp. 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan pembiayaan dunia usaha khususnya terutama UMKM. (bas/iss/ipg)