DPR RI dan pemerintah sepakat memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Bencana di tingkat Panitia Kerja (Panja).
Melalui Rapat Kerja Gabungan bersama Komisi VIII, Selasa (8/9/2020), enam wakil pemerintah hadir dan menyepakati dimulainya pembahasan.
Dalam Raker itu, Juliari P. Batubara Menteri Sosial selaku wakil pemerintah menyampaikan empat isu krusial pembahasan RUU tersebut.
Empat isu krusial itu terkait kelembagaan, anggaran, ketentuan pidana, serta peran lembaga dan masyarakat.
“Terkait lembaga, pemerintah memandang pengaturannya terkait 3 fungsi yakni koordinasi, komando, dan pelaksana. Terkait nama lembaga, tidak perlu menyebut nama lembaga yang menyelenggarakan penanggulangan bencana,” kata Juliari dalam Raker dengan Komisi VIII seperti rilis Kemensos, Selasa (8/9/2020).
Raker dihadiri tiga menteri dan tiga wakil kementerian. Selain Mensos, turut hadir Yasonna H Laoly Menteri Hukum dan HAM dan Terawan Agus Putaranto Menteri Kesehatan.
Selain itu juga hadir Safrizal ZA Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Didik Kusnaini Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Dirjen Anggaran Kemenkeu, dan Imanuddin Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kementerian PAN-RB.
Dalam Raker yang dipimpin Yandri Susanto Ketua Komisi VIII Mensos menyatakan, pengaturan syarat dan tata cara pengangkatan kepala lembaga, penjabaran fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana serta tugas, struktur organisasi, dan tata kerja lembaga, pemerintah menurutnya akan diatur dengan Peraturan Presiden.
“Ini dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas pengaturan yang memudahkan dalam melakukan perubahan atau adaptasi sesuai kondisi dan perkembangan kebutuhan tata kelola pemerintahan yang akan datang,” kata dia.
Terkait anggaran, pemerintah berpendapat pengalokasian anggaran agar tidak dicantumkan persentase secara spesifik, melainkan cukup diatur secara memadai.
“Untuk menghindari adanya mandatory spending yang akan membebani anggaran negara dan untuk memberikan keleluasaan fiskal,” ujar Juliari.
Dalam hubungannya dengan sanksi pidana, pemerintah mengusulkan untuk tidak menerapkan sanksi pidana minimal baik pidana penjara maupun pidana denda, melainkan sanksi pidana maksimal.
“Sebab, tindak pidana pada dalam penanganan bencana termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa ( extra ordinary crime ),” jelasnya.
Kemudian terkait, peran lembaga usaha dan lembaga internasional, pemerintah sepakat untuk menambahkan peran masyarakat.
Dalam praktiknya, masyarakat berperan aktif membantu Pemerintah. Sebagai contoh, para filantropis yang menyelenggarakan pengumpulan sumbangan masyarakat untuk membantu penanggulangan bencana.
“Demikian juga peran lembaga sosial, lembaga keagamaan maupun organisasi sosial. Sehingga peran masyarakat ini perlu diakomodir dalamnya,” tegasnya.
RUU tentang Penanggulangan Bencana merupakan inisiatif DPR RI dan telah disampaikan Ketua DPR RI kepada Presiden dalam surat LG/05919/DPR RI/V/2020 tanggal 20 Mei 2020.
Pada prinsipnya Pemerintah sangat mendukung usulan inisiatif DPR RI ini.
Penanganan bencana selama ini diatur dalam UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Namun dalam perjalanannya, DPR menilai sudah tidak sesuai dan terdapat dinamika tantangan yang belum terakomodir dalam penanggulangan kebencanaan.
Karena itu DPR RI memandang perlu ada undang-undang baru soal penanggulangan bencana yang lebih komprehensif.
UU baru pengganti UU No. 24/2007, diharapkan berisikan sistem atau pengaturan penanggulangan bencana yang lebih terencana dan terpadu.(faz/den)